Featured Post

[Review] Game of Thrones (season 6)

Setelah setahun, GoT kembali di season 6. Sebenarnya gw juga ga begitu nunggu2 sih, karena lagi asik ngikutin serial yg lain (The Flash...

Tuesday, January 31, 2012

Review Film: The Lives of Others (2006)



Director: Florian Henckel von Donnersmarck
Cast:
Ulrich Mühe
Sebastian Koch
Martina Gedeck
Ulrich Tukur

Plot:

Captain Wiesler (Muhe) adalah interogator ulung dari Stasi (polisi rahasia GDR, Jerman Timur). Atasannya, Grubitz (Tukur) yg juga rekan kuliahnya dulu, memberinya tugas untuk memata-matai (nguping) Dreyman (Koch), seorang sutradara/penulis yang cukup kritis. Perintah ini berasal dari Pak Mentri yang kepincut sama pacarnya Dreyman, seorang aktris teater terkenal Christa-Maria Sieland (Gedeck). Supaya bisa dapetin Sieland, pak mentri yg bejat ini menyalahgunakan kekuasaannya dengan maksud menyingkirkan Dreyman.

Mulailah kediaman Dreyman dan Sieland disadap. Sepertinya tidak ada hal lain yang terjadi di sana kecuali Dreyman dan Sieland yg saling cinta. Kemudian salah satu teman Dreyman, yang tertekan karena perlakuan tak adil pemerintah Jerman Timur, bunuh diri. Hal ini membuat Dreyman terguncang. Dia memainkan 'Sonata for a Good Man', partitur yang menjadi kado ulangtahun dari temannya yg bunuh diri itu padanya. Wiesler yang ikut mendengarkan pun tersentuh.

Wiesler yang tadinya tak berperasaan ini menjadi bersimpati dengan pasangan itu. Secara kebetulan dia bertemu dengan Sieland di sebuah bar, dan dengan tulus memuji talentanya, dan memintanya untuk menjadi dirinya sendiri, dan dengan demikian mencegah Sieland untuk pergi menemui pak mentri yang memaksanya dalam hubungan intim.


Dreyman berniat untuk membuat artikel yang membahas tentang mengapa bunuh diri di Jerman Timur tidak pernah terdata, sementara semua data lainnya lengkap ada. Wiesler yang mengetahui hal ini berniat melaporkannya ke Grubitz, tapi urung melakukannya setelah mengetahui perlakuan buruk apa yg akan diterima Dreyman jika ia ditangkap.

Dreyman dan beberapa rekannya merencanakan untuk mempublish artikel tentang bunuh diri itu, mengira rumah Dreyman bebas dari pengawasan. Sebelumnya mereka mengetes apakah rumah itu disadap dengan pura2 membicarakan tentang menyelundupkan orang ke Jerman Barat. Wiesler yang sudah bersimpati, tanpa mengetahui bahwa rencana itu bohongan, membiarkannya, dan berakibat mereka mengira bahwa mereka aman.

Dengan mesin tik baru (supaya tidak bisa dikenali) Dreyman menyelesaikan artikelnya dan berhasil terbit di Der Spiegel, majalah Jerman Barat. Grubitz yg mendapat perintah dari atasannya pun didesak untuk mencari siapa penulisnya. Kebetulan, pak mentri yang mulai kesal karena Sieland menolak perintahnya, menyuruhnya menangkap aktris itu. Setelah diinterogasi secara maraton, dia memberitahu kalau Dreyman-lah yang menulis artikel.

Grubitz dan anak buahnya merazia rumah Dreyman, tapi gagal menemukan mesin tik yg menjadi barang bukti, karena Sieland memang tidak menceritakan hal itu. Grubitz memanggil Wiesler untuk menginterogasi Sieland, yg mengenalinya sebagai orang yg ditemuinya di bar tempo hari. Dengan persuasif, Wiesler berhasil membuat Sieland memberitahu letak mesin tik itu disembunyikan.

Wiesler yg masih bersimpati dengan pasangan itu, bergegas ke rumah Dreyman mendahului Grubitz dan yg lain, untuk mengamankan mesin tik itu. Ketika Stasi memeriksa rumah itu tepat di lokasi yg dimaksud, tentu saja mereka tak menemukannya. Rencana Wiesler untuk melindungi mereka hampir berhasil. Sayangnya, Sieland yg merasa bersalah keluar ke jalan dan tertabrak sebuah truk, dan mati. Grubitz pun membatalkan penyelidikan atas Dreyman, tapi mengingatkan Wiesler kalau dia tahu bahwa Wiesler melindungi mereka.


Weisler dimutasikan ke bagian yang rendah, menyortir surat, hingga 20 tahun ke depan. Untungnya, baru 4 tahun, masa Perang Dingin berakhir, dan Tembok Berlin dirobohkan. Tidak ada lagi Jerman Timur yg terpisah. Mereka bebas.

Beberapa tahun setelahnya, Dreyman yg bertemu dengan pak mentri bejat itu akhirnya tahu kalau selama ini sebenarnya rumahnya dalam pengawasan, bahkan bug2 itu masih terpasang di rumahnya. Karenanya dia heran kenapa dia tidak tertangkap oleh Stasi. Setelah mencari informasi tentang hasil penyadapan atas dirinya, barulah dia tahu kalau petugas yang menyadapnya memalsukan laporan untuk melindunginya. Merasa berutang budi, dia pun berusaha mencari Wiesler, dan melihatnya dari pinggir jalan sebagai pengantar surat.

Dreyman tidak menyapanya. Tapi 2 tahun kemudian, dia membuat buku berjudul 'Sonata for a Good Man', sama dengan judul lagu yang menginspirasinya. Wiesler yang melewati toko buku melihatnya, dan membaca isinya, dan mengetahui kalau buku itu didedikasikan untuknya, agen HGW XX/7. Dia pun membelinya, dan ketika kasir menanyakan apakah dia ingin bukunya dibungkus ato tidak, dia menjawab "No, it's for me" dan tersenyum.

Komentar:

Film yang Luar Biasa! Transformasi Wiesler yang di awal begitu dingin, menjadi orang yang bersimpati dan tersenyum bahagia di akhir film benar-benar dalem. Meskipun dalam kenyataannya, film ini fiksi belaka, tidak ada agen Stasi yang memiliki kesempatan untuk memalsukan laporannya, thus perubahan sifat ini tidak ada di situasi nyata.

Directornya mungkin berharap bahwa bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun, rasa kemanusiaan dalam diri seseorang mungkin tumbuh, dan itulah yg terjadi pada Wiesler. Selain itu, suasana dalam filmnya terkadang menegangkan dan juga mengharukan, seperti sewaktu Wiesler mendengarkan sonata itu dimainkan.

Sonata yang berperan cukup besar dalam perubahan sikapnya. Sonata for a Good Man, dikatakan mampiu membuat siapapun yang mendengarnya menjadi tersentuh hatinya. Bahkan Lenin disebutkan ga kuat dengerin sonata itu lama2 karena takut jadi orang baik. Dan sonata itu jadi judul buku yg ditulis Dreyman, karya pertamanya setelah Jerman Bersatu. Dreyman sempat mengalami kesulitan menulis setelah kematian Sieland.

Dan scene terakhir film ini benar2 juara. Waktu Wiesler membuka buku itu, dan membaca tulisan 'Dedicated to HGW XX/7, in gratitude', terbayang betapa bahagianya Wiesler menyadari bahwa keberadaannya berarti bagi orang lain. Dan sewaktu dia mengatakan "No, it's for me" literally memang karena buku itu ditulis untuknya, sebagai ucapan terimakasih Dreyman karena sudah melindunginya.

my Rating: 9.5

Review Film: There Be Dragons (2011)


Sutradara: Roland Joffe
Cast:

Charlie Cox
Wes Bentley
Dougray Scott
Olga Kurylenko


Plot:
Seorang jurnalis (Scott) yg ditugaskan untuk membuat artikel tentang Josemaria Escriva, calon peraih gelar saint dari Vatikan, mengetahui bahwa Escriva ternyata adalah teman ayahnya. Robert, si jurnalis, kemudian mengunjungi ayahnya lagi setelah 8 tahun untuk mencari tahu lebih banyak.

Ayah Robert, yaitu Manolo Torres, ternyata memang teman Josemaria sejak kecil. Mereka memiliki pandangan yang berkebalikan. Itu sebabnya mereka mengambil jalan hidup yang berbeda ketika dewasa. Manolo (Bentley) yang tidak puas karena ayahnya mati karena desakan kaum buruh, bergabung dengan kaum militer dan menyusup ke kalangan pemberontak, untuk membocorkan rencana mereka ke militer. Sementara Josemaria (Cox), yang mendapat pencerahan, menjadi pendeta.

Josemaria tumbuh menjadi pendeta yang berdedikasi tinggi. Dia mendapat inspirasi lagi untuk menerapkan cinta pada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, dan bukan hanya di gereja. Josemaria kemudian perlahan membangun gerakan yang sekarang dikenal dengan Opus Dei. (Jauh dari kesan ekstrim yang digambarkan di The Da Vinci Code)





Perjuangan Josemaria sungguh berat karena Spanyol waktu itu sedang mengalami Perang Sipil, dimana ada berbagai kubu yang bertikai, dan pendeta seperti dirinya diburu oleh para pemberontak. Dia mesti mengadakan kebaktian atau konsultasi dengan jamaahnya secara diam-diam, dan berkali-kali berpindah tempat karena hampir ketahuan. 



Sementara Manolo yg menyusup ke pihak pemberontak, jatuh cinta pada aktivis dari Hungaria, Ildiko (Kurylenko), yg lebih memilih komandan mereka. Cemburu karena cintanya ditolak, selain memberitahukan rencana pemberontak ke militer, Manolo juga melimpahkan kesalahan ke Ildiko dengan memasang radio sebagai barang bukti pengkhianatan. 



Komandan yg tak tega menghabisi Ildiko akhirnya malah bunuh diri, sementara Ildiko, yang tengah hamil (anak komandan), kehilangan keinginan untuk hidup dan ingin menyusul komandan untuk mati juga. Setelah anaknya lahir, pada suatu peperangan dalam keadaan terjepit, Manolo menembak Ildiko, memberinya hal yang diinginkannya, kematian.

Manolo yang saat ini tengah menunggu ajal kemudian memberitahu Robert kalau dialah anak Ildiko. Meskipun awalnya kesal, Robert pun berdamai dengan Manolo. Manolo juga gembira karena bisa berdamai dengan Josemaria, sahabatnya.

Josemaria selamat dari upaya pembunuhan oleh kaum pemberontak karena Manolo mencegahnya. Dia pun berhasil mendirikan Opus Dei, dan kemudian setelah kematiannya, diberi gelar Saint (orang suci) oleh Vatikan.

Komentar:

Yang tadinya gw pikir ini film perang (karena posternya), ternyata lebih dari sekedar itu. Ini sebuah epic yang rentang waktunya mulai dari masa kecil Josemaria dan Manolo, lalu sewaktu mereka dewasa dan menjalani pilihan hidup yang berbeda, hingga bertahun2 kemudian sewaktu Manolo di ambang kematiannya.

Ceritanya cukup dalam, dan banyak aspek yang ada di film ini, mulai dari agama, perang, pengkhianatan, penebusan dosa (redemption), hubungan ayah-anak, dsb. Ditambah lagi dengan cerita yang dibagi jadi 3 point of view, dari Manolo, Josemaria, dan Robert di masa kini. Yang kurang mungkin aksen bahasa Inggris patah2 yang diucapkan para pemerannya. Tapi overall ini film yang bagus.

my Rating: 7.5

Sunday, January 29, 2012

Segelas Kopi Terakhir

Laki-laki itu hanya duduk memandangi dua gelas kopi yang masih hangat yang terhampar di mejanya. Dia sedang berada di meja dapur di rumah yang sudah lama tak ditinggalinya. Meskipun ada dua gelas, tak terlihat keberadaan orang lain yang menemaninya di meja itu. Dia masih saja memandangi gelasnya, tanpa menyentuhnya sama sekali. Ingatannya melayang, mengembara menyusuri masa lalunya.

~

Di rumah yang sama, di suatu masa, di suatu pagi yang cerah, laki-laki itu sudah sibuk di dapur. Membuat dua gelas kopi. Kemudian dia membawanya masuk ke kamarnya, meletakkannya di meja di samping tempat tidur, dimana seorang wanita cantik, istrinya, masih tertidur lelap.  Dia duduk dan dengan sabar menunggu hingga wanita itu terbangun.

Aroma kopi yang masih hangat itu pun lambat laun memenuhi kamar, tercium oleh wanita itu, dan perlahan membangunkannya. Saat dia membuka matanya, dilihatnya laki-laki itu sedang tersenyum padanya.

“Hai.” sapa suaminya.

Dengan mata yang masih mengantuk berat, wanita itu pun berusaha bangkit dan duduk. Dilihatnya dua gelas kopi sudah menanti di hadapannya.

“Kau tidak tidur ya? Ini masih pagi sekali, dan semalam aku tidur lebih awal darimu, dan itu pun sudah larut malam.”

“Orang-orang seperti kami memang tidak banyak tidur.”

“Ah, iya, betul juga. Dan kulihat kau sudah membuatkanku kopi. Thank you.” senyum si istri.

Laki-laki itu pun turut tersenyum. Senyuman istrinya adalah salah satu hal terindah yang pernah dilihatnya.

“Lama-lama aku sudah terbiasa melakukan ini. Membuat dua gelas kopi dan membangunkanmu setiap pagi. Kalau tidak begitu, mungkin kau akan terlambat setiap harinya.”

Mereka berdua tertawa. Selagi mereka meminum kopinya masing-masing, sang istri menyadari bahwa suaminya sudah berpakaian dengan rapi.

“Mau pergi kemana?”

“Oh, aku akan mengunjungi Ayah. Dia memanggilku, ingin membicarakan sesuatu hal yang cukup penting.”

“Apakah sesuatu hal yang serius?” tanyanya kuatir.

“Mudah-mudahan saja tidak.”

Dia menghabiskan kopinya, kemudian berdiri.

“Aku pergi sekarang, ya. Ayah tidak suka menunggu terlalu lama.”

“Be careful.” jawab istrinya.

Laki-laki itu kemudian menghampiri istrinya, dan menciumnya dengan lembut.

“I’ll see you later.” dan dia pun pergi.

Tidak ada di antara mereka yang mengira bahwa saat itu adalah pertemuan dan percakapan mereka yang terakhir. Laki-laki itu tidak pernah kembali lagi setelahnya.

~

Itu terjadi bertahun-tahun yang lalu. Saat ini, laki-laki itu, dengan wajah yang sedikit pun tak terlihat menua, masih duduk dan memandangi dua gelas kopi yang masih hangat tanpa menyentuhnya. Ingatannya kembali melayang ke kejadian setelahnya.

~

Laki-laki itu pun bertemu dengan  Ayahnya di ruang kerjanya yang luas dan dipenuhi berbagai macam mesin dan peralatan.

“Ayah, ada apa memanggilku?” tanyanya pada pria yang memakai pakaian putih itu.

“Kau menikahi wanita itu tanpa seizinku.”

“Aku sudah memberitahu Ayah, dan aku tahu kalau kau tidak akan setuju.”

“Memang betul aku tidak menyetujuinya. Apa yang kau pikirkan?”

”Kami saling mencintai.”

“Jangan beri aku alasan itu! Kau bukan manusia, No. 113!”

Laki-laki itu tak tampak terkejut.

“Aku tahu, dan dia pun juga tahu akan hal itu, dan dia tetap mencintaiku.”

Ayah pun terdiam.

“Apa yang menurutmu harus kulakukan? Aku tak bisa meninggalkannya. Kau yang memberiku kemampuan untuk berpikir seperti manusia. Apa menurutmu yang kulakukan ini salah?”

“... Tidak. Yang kau lakukan adalah hal yang wajar. Secara pribadi, aku tidak menyalahkanmu, tapi peraturan yang berlaku saat ini tidak memperbolehkan android sepertimu berhubungan dengan manusia biasa.”

“Mereka tidak perlu tahu tentang keberadaanku. Kita bisa menyembunyikan rahasia ini hingga peraturan itu diperbaiki.”

“Mereka sudah tahu.”

Laki-laki yang dipanggil dengan No. 113 itu pun terkejut. ‘Ayah’nya melanjutkan.

“Sejak ayahku memulai eksperimen ini, pemerintah sudah mengetahuinya. Merekalah yang memberinya dana untuk melanjutkan risetnya, hingga android pertama terbentuk. Kemudian setelah aku meneruskan penelitian ayahku, mereka tetap terlibat, dan mengawasi semua hasil ciptaanku, termasuk kau, No. 113. Mereka menyukai android-android ciptaan kami, karena mereka berpikir bahwa kalian akan banyak mendatangkan manfaat bagi mereka. Meski begitu, mereka tetap menganggap kalian sebagai hal yang terlarang untuk didekati. Kurasa itu terkait dengan rencana mereka terhadap kalian.”

“Senjata. Biar kutebak, mereka ingin memproduksi android dalam jumlah banyak untuk dijadikan sebagai senjata?”

Ayah mengangguk.

“Maafkan aku, No. 113. Berat bagiku untuk melakukan ini, tapi aku harus mengistirahatkanmu untuk sementara. Mereka memberiku waktu hingga hari ini, kalau tidak mereka akan menghancurkanmu dan semua data mengenaimu. Kalau itu terjadi, riwayatmu pun akan berakhir dan aku tidak bisa menciptakanmu kembali.”

No. 113 paham apa maksud ayahnya. Kalaupun dia bisa menciptakannya kembali, tanpa memorinya, dia hanya akan menjadi android lain yang berbeda. Artinya, dia tidak akan bisa kembali pada istrinya.

“Bagaimana kalau aku melarikan diri dan bersembunyi dari mereka?”

“Mereka akan membunuh istrimu kalau kau melakukan hal itu.”

No. 113 pun menggeram marah.

“Bersabarlah, No. 113. Selama kau tidak aktif, aku akan tetap memperjuangkan agar mereka mengubah peraturan itu, supaya android sepertimu bisa tetap bersama manusia biasa seperti istrimu. Jika aku berhasil, maka kau pun akan aktif kembali dan kembali padanya.”

“Aku harus memberitahunya.”

“Jangan. Kau hanya akan membahayakan keselamatannya kalau kau melakukan itu. Aku yang akan menjelaskan semua ini padanya.”

“Ayah, bisakah kau mengatakan padanya kalau aku sangat mencintainya?”

“Akan kulakukan.” Ayah pun mengeluarkan sebuah remote dari kantung jas labnya. “Aku akan mematikanmu sekarang. Ada hal lain yang ingin kau sampaikan?”

No. 113 berpikir sejenak. “Aku ingin, sekali saja, kau memanggilku dengan namaku, dan bukan dengan nomor ini.”

“Baiklah. Selamat tinggal, Richard.” Dia pun menekan tombol remote itu.

~

Ketika Richard terbangun kembali, wajah pertama yang dilihatnya adalah seorang pria asing.

“Hai, No. 113. Selamat datang kembali.”

“Siapa kau?”

“Aku No. 325, android sepertimu.” jawabnya. “Kita harus bergegas.”

“Ada apa?”

“Kita sedang berada dalam perang. Dengan pemerintah.”

“Apa yang terjadi, mana Ayah?”

“Mati. Mereka membunuhnya.”

Wajah Richard menegang karena terkejut sekaligus marah.

“Setelah mereka berhasil mendapatkan akses produksi massal android, mereka membunuh Ayah kita, karena dia dianggap menyulitkan. Selama beberapa tahun, semua android berada di bawah kendali mereka. Untungnya, Ayah sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Dia memberi kami perintah untuk bebas yang akan aktif setelah kematiannya. Segera setelah hal itu terjadi, semua android memberontak. Pemerintah berusaha membasmi kami, dan akibatnya sekarang kita berada dalam perang. Kami mengetahui keberadaan beberapa android sepertimu yang selama ini dinonaktifkan.Kami butuh bantuanmu untuk mengalahkan mereka.”

“Baiklah. Tapi aku harus mencari istriku dulu.”

No. 325 menatap bingung.

“Istri? Istri apa?”

“Istriku. Dia seorang manusia biasa. Sejak Ayah mematikanku, aku belum bertemu lagi dengannya.”

No. 325 dengan ragu menjelaskan.

“No. 113, aku tidak yakin istrimu masih ada.”

“Apa maksudmu?”

“Kau sudah tertidur selama hampir 80 tahun. Lagipula, setelah android diproduksi massal, terjadi perang di wilayah ini. Hampir semua penduduk menjadi korban. Praktis tidak ada orang yang tersisa di tempat ini kecuali pemerintah.”

Richard menatap tak percaya. No. 325 pun hanya diam menunggu.

“Kenapa kalian membutuhkanku? Kalian android yang lebih baru, kalian lebih kuat dariku.”

“Ayah pernah bilang, kalau kau adalah senjata rahasianya.”

Richard termenung.

“Kita harus bergegas. Perang masih berlangsung.”

“No. 325, apa kau punya nama?”

Dengan ragu No. 325 menjawab. “Max.”

“Max, tolong antarkan aku ke rumahku, atau apapun yang tersisa darinya.”

“Kita tidak punya waktu untuk hal itu.” Max berkeras.

“Max... jangan kuatir. Kalau Ayah bilang aku adalah senjata rahasianya, seharusnya kita bisa mengakhiri perang ini dengan cepat. Tidak usah terburu-buru.”

“Baiklah.” dengan berat hati Max menyanggupi.

~

Jadi di sinilah Richard sekarang, di reruntuhan rumahnya yang dulu. Dia masih menatap dua gelas kopi yang mulai dingin. Terbayang olehnya wajah istrinya yang terbangun ketika dia membuatkannya kopi, dan senyumannya yang cantik itu. Baginya, hal itu baru terjadi kemarin. Karena itulah, sekali lagi, untuk yang terakhir kalinya, dia membuat dua gelas kopi, seperti halnya yang dia lakukan kemarin, atau tepatnya 80 tahun yang lalu.

Dipandanginya selembar fotonya bersama istrinya yang ditemukannya di reruntuhan itu. Maafkan aku, sayang. Dia pun meminum kopinya hingga habis. Segelas kopi yang satunya lagi, untuk istrinya, tetap tak disentuhnya.
Richard keluar, dan menemukan Max yang sudah menunggunya.

“Max, sebaiknya kau dan yang lainnya segera pergi meninggalkan wilayah ini.”

“Apa maksudmu? Bukankah kita akan berjuang bersama-sama?”

“Bom nuklir. Ayah pasti memasukkan sebuah bom nuklir ke tubuhku sewaktu aku tertidur. Pasti ini yang dimaksudnya dengan senjata rahasia.”

“Darimana kau tahu tentang hal ini?”

“Aku bisa merasakannya. Aku tidak tahu berapa jangkauan bom ini, tapi mestinya cukup untuk meratakan markas mereka. Tunjukkan saja arahnya, dan lekas pergi dari tempat ini.”

“Tapi, bukankah kalau bom itu meledak, kau juga akan hancur?”

Richard tersenyum.  “Memang. Tidak ada lagi yang tersisa untukku. Istriku sudah tiada, begitupun dengan Ayah.”

Max pun menatapnya dengan penuh simpati. Dia menunjuk ke arah timur.

“Markas mereka ada di sebelah sana. Tunggulah sekitar satu jam hingga kami meninggalkan kota ini.”

Richard mengangguk.

“Good bye, No. 113.”

“Good bye, Max. Good luck to you.”

~

Sejam kemudian, Richard berdiri di depan bangunan besar yang dipenuhi suasana militer. Markas musuh. Max dan yang lainnya mestinya sudah meninggalkan kota ini. Saatnya untuk meledakkan tempat ini, orang-orang biadab yang telah menyebabkan kematian Ayahnya, dan yang membuatnya terpisah dari wanita yang dicintainya.

Gelas itu masih berada di sana, di reruntuhan rumah Richard. Segelas kopi terakhir yang dibuat Richard untuk istrinya. Sedetik kemudian, gelas itu pun lenyap, hancur, bersamaan dengan ledakan besar yang menelan markas pemerintah dan menghancurkan  kota itu.


-END-


============
author's note: kok rada kacau ya?

Friday, January 27, 2012

tentang #15HariNgeblogFF

Pertama kali dengar event ini kalo ga salah karena diretweet sama nulisbuku, twitnya momo_DM. Iya, saya masih inget siapa itu momo_DM, yg namanya selalu muncul di setiap judul #11projects11days nya nulisbuku waktu itu. Rupanya seperti membangkitkan kembali masa2 nulis blog yg waktu itu sempet muncul juga melalui #15harimenulisdiblog yg diadakan sama hurufkecil, cuma mungkin ga setenar ajang yg itu karena penggagasnya bukan selebtweet.

Waktu itu masih mikir2 sih mau ikutan ato engga, soalnya kalo mesti bikin cerita tiap hari (meskipun FF) rasanya cukup berat (pengalaman waktu 15harimenulisdiblog). Lagipula sejak tahun 2012 ini saya dan dian (plut0saurus) juga ada kegiatan menulis tiap minggunya. Takutnya nanti susah konsennya (dan memang sih) kalo mesti ikut yg ini juga. Tapi untuk jaga2, retweetan itu saya favoritin dulu, biar inget.

Ga taunya malah dian duluan yg nulis buat FF ini dengan serial Joni-nya. Apa boleh buat, saya pun ikut nulis juga, meskipun di hari Kamis, hari pertama itu, otak serasa seret banget buat nulis FF, yg akhirnya malem2 baru kelar. Tapi untungnya dan ajaibnya di hari2 berikutnya, seretnya menghilang, dan makin lancar nyari ide dan nulisnya, hingga akhirnya bisa total bikin FF selama 15 hari tanpa bolos :D

Sekarang saya mau nyebut kekurangan yg sering saya keluhkan tentang proyek ini. Pertama, kedua admin kurang berpengalaman mengadakan kegiatan seperti ini, yg mengandalkan peserta ngirim linknya dengan mention mereka. Mention yg tercampur dengan mention2 lainnya yg ga berhubungan ama FF, dan hasilnya adalah, seringkali mention peserta yg isinya link FF kelelep sama mention2 lain, dan ujung2nya ga kebagian dishare. Saya sering seperti itu, meskipun kemudian saya akal2in dengan ngulang ngirim link lagi, sampe akhirnya dishare ama adminnya, hehe.

Kemudian kadang adminnya available di waktu2 share, tapi kok ga ngeshare postingan para peserta, dan saya yg udah nyetor pun kesel sama adminnya, pengen tujes-tujes rasanya :p

Rasanya juga aneh karena kedua admin terlalu sibuk sehingga ga sempet bikin FF mereka sendiri. Kadang ikut prihatin (selebihnya cuek :p). Memang periode nulis yg tiap hari dan kewajiban admin yg mesti baca satu2 hasil FF punya peserta membuat waktu menjadi serasa sempit. Makanya mungkin lebih baik kalo tiap periode/tema FF dilakukan selang 3 hari. Jadi ada 1 hari buat nulis, dan sisanya buat baca2 blog yg lain dan ngasih komen. Jujur, saya ga sempet berkunjung ke semua blog peserta, paling cuma beberapa, sekitar 10 diantaranya mungkin, makanya salut juga sama admin yg bisa (dan mesti) melakukannya.

Momen yg saya tunggu tiap harinya, dan yg bikin saya seneng adalah ketika kedua admin ngeRT twit saya yg ada link FFnya, dan ngasih komen singkat, seperti sweet, keren dsb :D (hehe, maklum gila pujian), tapi kadang juga ga dikasih komen, cuma hestek #maribaca. Jelas saya lebih suka kalo admin ngasih komen singkat itu ketimbang cuma hestek, karena dengan begitu saya merasa tulisan saya diapreasiasi.

Meski begitu, dari pengalaman saya, 15haribikinFF ini lebih terapresiasi dengan baik ketimbang 15harimenulisdiblog yg waktu itu, dimana adminnya, hurufkecil, terlampau sibuk dan hasilnya ada beberapa hari yg terbengkalai. Di event ini, setiap hari, kedua adminnya sudah berkomitmen semaksimal mungkin dengan hasil yang sangat bagus malah.

Saya juga mau komentar tentang peserta2 lain yang kelihatan sangat antusias, terlihat dengan banyak yg saling komen di blog2 lain, termasuk ke blog saya (meskipun ga banyak sih). Saya pun sering ngeliat postingan2 FF yg laen, seringnya sih buat bocoran kalo lagi susah nyari ide :p, dan beberapa kali komen di sana. Beberapa ada yg berkunjung balik ke blog saya dan ngasih komen.

Thanks to this event, traffic blog saya emang naik, hehe, bahkan lebih tinggi ketimbang waktu 15harimenulisdiblog dulu. Dan yang komen juga jadi lebih banyak, dari yg biasanya sepi2 aja.

Terakhir, sekali lagi terimakasih karena dengan kegiatan ini, saya jadi lebih sering nulis dan makin lancar ngalirin idenya. Padahal sebelumnya sempet ragu apa bisa ato engga ngikutin sampe akhir, dan nyatanya bisa :D Saya juga bisa menaklukkan tantangan #MenolakUntukGalau dari hari pertama, ga peduli judulnya segalau apa :D


Saran:
utk kegiatan serupa di kemudian hari, baiknya bikin akun khusus, seperti PosCinta, buat menghandle segala mention dari peserta dan share linknya. Kemudian waktunya dibikin ga terlalu padat, misalnya 3 hari sekali untuk satu tema. Trus kalo perlu tiap peserta diharuskan untuk minimal baca dan ngasih komen ke 5 ato 10 peserta lain. Biar makin semangat gitu :D

Thursday, January 26, 2012

Sah.

-kelanjutan dari ‘Menikahlah Denganku’-

Cao Cao masih terkesima dengan apa yang dilihatnya. Putrinya, Cai Wenji, tiba-tiba saja pergi dengan Lu Xun, putra Sun Jian yang jadi lawannya di perang ini, dan meninggalkan arena peperangan. Di seberang sana, Sun Jian pun merasakan hal yang sama. Dia pun bergegas maju ke tengah dataran tempat peperangan itu berlangsung, dan berhadapan dengan Cao Cao.

“Sun Jian, putramu membawa lari putriku.”

“Hai Cao Cao, aku pun tak tahu menahu tentang masalah ini. Bagaimana kalau kita tunda peperangan ini, dan bersama-sama mengejar mereka untuk mengetahui kebenarannya?”

Cao-Cao pun menyanggupi. Akhirnya mereka berdua, dan beberapa orang pasukannya, berusaha menyusul Lu Xun dan Cai Wenji yang sudah terlebih dahulu pergi.Setelah sekitar setengah hari, mereka akhirnya berhasil menemukan sepasang anak muda itu di sebuah desa kecil yang berada di luar daerah kekuasaan kerajaan Wei dan Wu.

Kedua raja itu menghampiri masing-masing anaknya dengan wajah marah.

“Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?”

Lu Xun memegang tangan Cai Wenji erat-erat.

“Kami saling mencintai, ayah. Dan sekarang kalian tidak akan bisa memisahkan kami, karena kami sudah resmi menikah.”

“Lu Xun! Ayah membutuhkanmu untuk menjadi penggantiku suatu saat.” hardik Sun Jian. Begitupun dengan Cao Cao. “Cai Wenji, kau adalah calon ratu yang akan memerintah kerajaan Wei. Kau tidak bisa menikah dengan calon raja dari pihak musuh.”

Giliran Cai Wenji yang berbicara dengan tegas.

“Ayah, Paman Sun Jian, kami sudah lelah dengan perseteruan di antara kalian berdua, dan tidak ingin menjadi bagian darinya. Jadi biarkan kami pergi untuk hidup dengan damai. Kalau kalian memaksa, kami akan tetap bertahan pada pendirian kami.”

Kedua raja itu terdiam mendengar pernyataan tegas anak-anak mereka. Mereka yang lebih tahu, kalau anak-anak itu sama keras kepalanya seperti mereka. Kalaupun ada hal yang bisa mengubah kekeraskepalaan ini, itu adalah...

“Lalu apa yang kalian inginkan supaya kalian kembali?”

“Hentikan perang ini, dan berdamailah, maka kami akan kembali. Kita tidak perlu berseteru lagi setelah ini, karena aku dan Cai Wenji sudah menjadi simbol persatuan kedua kerajaan. Kami akan memerintah wilayah yang sudah bersatu ini di kemudian hari, bersama-sama.”

Sun Jian dan Cao Cao saling berpandangan, mempertimbangkan usul Lu Xun tadi.

“Cao Cao, demi generasi mendatang, aku bersedia untuk melupakan pertikaian di antara kita, dan mempersatukan dua kerajaan ini di tangan mereka. Bagaimana denganmu?”

“Rasa sayangku pada putriku lebih besar dan tentu lebih penting ketimbang keinginanku untuk berseteru dengan kalian. Wahai Sun Jian, aku setuju untuk berdamai.”

Kedua raja itu pun saling berjabat tangan, menegaskan perdamaian di antara kedua kerajaan sejak saat itu. Lu Xun dan Cai Wenji pun turut bahagia, karena mereka akhirnya berhasil menyelesaikan masalah ini dengan cinta yang mereka miliki. Masa depan kedua kerajaan pun cerah.







Beberapa hari kemudian, setelah Wu dan Wei resmi bersatu, ratusan kilometer dari sana, seorang ksatria bernama Lu Bu baru saja menerima kabar itu dari anak buahnya.

“Cao Cao dan Sun Jian berdamai. Hilang sudah kesempatanku sekarang.”

“Kenapa, tuanku Lu Bu?” tanya Diao Chan, kekasihnya.

“Aku berencana untuk menyerang keduanya ketika mereka kelelahan setelah perang berlangsung, dan menguasai kedua kerajaan itu sendiri. Dengan batalnya perang, rencanaku pun sia-sia.”

“Tapi, siapa sangka, dua raja yang hebat itu bisa ditaklukkan oleh cinta sepasang anak manusia Lu Xun dan Cai Wenji. Tidakkah menurutmu itu romantis?”

Lu Bu tersenyum senang. “Kau benar. Itu sesuatu hal yang luar biasa.”


-END-

=================
author's note: nama-nama tokoh merupakan karakter di Romance of Three Kingdom, or in my case, Dynasty Warriors :D Latar belakang tokoh diubah sesuka hati penulis, hehe

Menikahlah Denganku

Daratan Cina di ambang peperangan besar. Kerajaaan Wei yang dipimpin Cao Cao, bersiap untuk menyerang Kerajaan Wu yang dipimpin Sun Jian, yang juga sudah bersiap menerima kedatangan ratusan ribu pasukan lawan. Permasalahan di daratan Cina ini adalah sulitnya wilayah yang begitu luas ini disatukan dalam satu kepemimpinan. Masing-masing kerajaan merasa bahwa merekalah yang paling pantas menguasai seluruh daratan.

Kedua pemimpin kerajaan ini, Cao Cao dan Sun Jian, mereka berdua sama-sama orang yang keras pendiriannya, dan terlalu bangga dengan kerajaannya sehingga usul berdamai dengan cara apapun niscaya akan mereka tolak. Padahal tidak semua orang-orang di dua kerajaan itu ingin berperang. Adalah Cai Wenji, putri Cao Cao, dan Lu Xun, putra Sun Jian, yang tak ingin kedua kerajaan ini berperang. Mereka punya alasan kuat untuk itu. Mereka saling jatuh cinta.

Oleh karena itulah, sehari sebelum perang bergejolak, keduanya bertemu secara sembunyi-sembunyi, seperti biasanya, di hutan yang berada di luar kekuasaan kedua kerajaan.

“Lu Xun, aku kuatir dengan perang ini. Ayahku tak bisa diubah pendiriannya. Dia tidak akan mundur.”

“Begitupun dengan ayahku, Cai Wenji. Aku juga kuatir kalau justru mereka berdua akan sama-sama hancur. Apapun hasilnya, peperangan ini akan membuat kita tidak bisa bersatu.”

Sepasang kekasih itu pun merenungi masa depan mereka yang tak menentu.

“Cai Wenji, menikahlah denganku.” ujar Lu Xun tiba-tiba.

Wenji sekilas tersenyum, tapi kemudian wajahnya kembali murung.

“Ayahku, dan juga ayahmu, tidak akan membiarkan hal itu terjadi.”

~

Keesokan harinya, perang pun tak terelakkan. Cao Cao berhadapan dengan Sun Jian di tengah-tengah dataran luas, beserta masing-masing ratusan ribu pasukan mereka. Di belakang kedua raja itu, masing-masing Cai Wenji dan Lu Xun, saling berpandangan dari kejauhan. Di seberang sana, Lu Xun berbicara dengan ayahnya, Sun Jian.

“Ayah, biarkan aku maju terlebih dulu. Aku ingin bertanding dengan putri Cao Cao itu.”

Sun Jian mengiyakan, dan Lu Xun pun maju mengendarai kudanya ke tengah-tengah arena pertempuran.

“Cai Wenji!” panggilnya dengan suara lantang. Tak berapa lama, Cai Wenji, yang juga seorang ksatria, maju menghampiri Lu Xun. Mereka berdua turun dari kuda masing-masing dan saling berpandangan.

 “Wenji...” bisik Lu Xun, “menikahlah denganku.” mintanya sekali lagi.

“Lu Xun, sudah kubilang, ayahku tak akan setuju.”

“Tapi bagaimana denganmu? Itu yang ingin kuketahui.”

“Aku... sungguh ingin.”

“Kalau begitu, kita lari saja. Lari dari tempat ini, lari dari ayah kita, lari dari kerajaan ini, melupakan semua peperangan ini, dan memulai hidup baru, hanya kita berdua saja.”

Cai Wenji pun menitikkan air matanya.

“Bawa aku pergi.”

Dengan sigap, Lu Xun meraih Cai Wenji dan menaikkannya ke atas kuda miliknya, kemudian dia pun menyusul, duduk di belakangnya. Tanpa membuang waktu, Lu Xun pun memacu kudanya dengan kencang, meninggalkan arena peperangan, meninggalkan kedua ayah mereka yang masih berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi.

-BERSAMBUNG-

Wednesday, January 25, 2012

Ini Bukan Judul Terakhir

Ini hari pertama aku magang di kantor ini. Seperti yang biasanya terjadi, di awal kedatanganku, supervisor-ku memperkenalkanku ke orang-orang yang bekerja di ruangan yang sama denganku. Dan seperti biasanya juga, aku tidak pernah ingat nama-nama mereka, karena terlalu banyak orang yang berjabat tangan waktu itu. Ah, sudahlah, pokoknya aku mau bekerja sebaik-baiknya aja, biar makin menambah pengalaman.

Menjelang siang, ketika mataku masih sibuk memandangi monitor, tiba-tiba seorang cowok nongol di depan kubikelku.

“Halo, anak baru ya? Kenalan, dong. Namaku Joni.“ cerocos mas ganteng itu.

“Aku Vio. Salam kenal, Mas Joni.” jawabku sambil bersalaman dengannya.

“Udah mau jam istirahat nih, Vio. Kamu ga makan siang?”

“Sebentar lagi, Mas Joni.”

“Sudah, makan bareng aku aja ya, kamu kan belum tau kantin di tempat ini. Biar kukasihtau makanan apa aja yang enak dan murah.”

Entah kenapa aku mengiyakan. Mungkin karena sudah lama tak ada laki-laki yang dekat denganku, makanya begitu ada satu yang muncul, aku langsung merasa senang.

Mas Joni ternyata orangnya ramah, dan lucu. Dia sepertinya punya banyak stok cerita lucu yang tak henti-hentinya membuatku tertawa. Setelah makan siang itu, aku pun add akun YM dia, dan sisa hari itu malah kuhabiskan untuk chatting dengan Mas Joni.

Besok-besoknya pun kami jadi rutin makan siang bareng di kantin kantor. Aku dan Mas Joni makin deket aja, dan kayaknya aku pun jadi suka sama dia. Akhirnya kami janjian hari Jumat besok setelah pulang kantor untuk nonton di 21 berdua terus lanjut makan malam. Hatiku pun berbunga-bunga beberapa hari terakhir ini.

Hari Kamis siang, setelah makan siang, aku dan Mas Joni kembali ke kubikel kami masing-masing, karena dia sebenarnya masuk di departemen lain dan beda ruangan denganku. Tak berapa lama, orang di kubikel sebelah menyapaku.

“Hai, kamu Vio ya, yang baru magang di sini? Kenalkan, namaku Tasya.” sapa kakak cantik berjilbab itu.

“Salam kenal, Mbak Tasya. Kok baru keliatan hari ini?”

“Iya, kemaren-kemaren aku masih cuti honeymoon. Ngomong-ngomong, kulihat kamu deket sama Joni ya?” tanyanya dengan ramah.

Aku tersipu malu. “Iya mbak. Mas Joni tuh emang orangnya baik dan lucu ya.”

Ekspresi wajah Mbak Tasya berubah menjadi serius.

“Vio, aku mau kasih tau aja ya. Joni itu sudah terkenal di kantor ini sebagai penakluk anak magang unyu, seperti kamu ini. Hampir setiap ada anak magang baru di sini, dia akan coba deketin. Lalu kalo masa magangnya sudah selesai, ya biasanya udah selesai aja.”

Aku menatap Mbak Tasya lama.

“Aku bukannya jelekin Joni ya, tapi aku sebenernya kasian ama dia. Setiap anak baru dia deketin, tapi entah apakah ada yang bener-bener dia cinta atau enggak.”

Perasaanku pun campur aduk mendengar cerita Mbak Tasya. Padahal aku baru mulai suka dengan Mas Joni, setelah sekian lama tak merasakan yang seperti ini pada laki-laki lain. Ga taunya, dia sama aja dengan yang lain, playboy! Aku pun jadi kesel sendiri. Sejak itu aku pun memutuskan kontak dengan Mas Joni. Ajakan chattingnya lewat YM kucuekin.

Ketika Jumat sore Mas Joni datang ke kubikelku untuk menepati janji nontonnya, kubilang padanya dengan tegas.

“Mas Joni, aku udah denger cerita tentang Mas. Ternyata Mas Joni cuma seorang playboy yang deketin semua anak baru yang magang di sini kan? Maaf Mas, aku ga berminat jadi koleksi piala Mas Joni. Mendingan cari orang lain aja, dan jangan coba-coba deketin aku lagi! Aku ga sudi!”

Mas Joni sampai terbengong mendengar kemarahanku. Orang-orang di ruangan juga beberapa ada yang menengok ke arah kami, tapi aku tak mempedulikannya dan langsung bergegas pulang.

Mas Joni, ternyata kamu ga lebih baik dari laki-laki lain. Ga lebih baik dari mantanku yang brengsek itu, yang kudapati selingkuh dengan cewek lain. Pedih hati ini.

~

Hari Senin paginya, begitu aku sampai di kubikelku, Mas Joni datang, bersama dengan setangkai bunga mawar.

“Ada apa lagi, Mas Joni?” sahutku dengan ketus.

“Vio, aku minta maaf kalo citraku ga terlalu bagus buatmu. Memang, selama ini aku selalu berusaha deketin anak baru untuk menjaga citraku itu. Tapi aku sudah capek dengan itu semua. Aku mau berusaha menghapus imej itu. Aku beneran suka sama kamu.”

Mas Joni pun pergi setelah menaruh mawar itu di mejaku.

“Hmm, ga biasanya Joni bersikap seperti ini. Apa dia sudah berubah ya?” bahkan Mbak Tasya pun berkomentar dari sebelahku.

Aku ngeliatin mawar itu. Cuma setangkai. Tapi buat apa banyak-banyak kan? Justru yang setangkai ini mungkin menandakan kalau dia hanya mau fokus ke satu orang. Aku malah jadi melamun seharian. Hubunganku dengan Mas Joni praktis berakhir hari Kamis kemaren, tapi... apa mesti berakhir begini saja? Kalau diibaratkan buku, apakah kisahku dan Mas Joni sudah langsung memasuki bab terakhir, atau...

Tidak. Masih terlalu cepat. Aku baru kenal Mas Joni seminggu. Kalau memang nanti terbukti dia bertingkah seperti playboy, aku bisa berhenti di sana. Ini bukan bab yang terakhir. Masih ada judul baru di bab berikutnya.

Sorenya aku mendatangi meja Mas Joni, yang cukup kaget melihatku datang.

“Mas Joni, aku ga mau terburu-buru memutuskan, makanya aku mau kenal Mas Joni lebih dekat lagi. Ajakan nonton dan makan malam yang kemaren masih berlaku kan, Mas Joni?”

Kulihat Mas Joni pun tersenyum.

“Tentu aja masih, Vio.”

-END-


===============
author's note:
Ini kelanjutan dari kisah Joni buatan @plut0saurus, tapi dari sudut pandang ceweknya.
Versi Joni-nya bisa dibaca di blossomandbatman

Kelakuan Kucing waktu Tidur

Kelakuan kucing yang normal: tidur di keset rumah.


Kelakuan kucing yang bosen idup: tidur di tengah jalan.


Eh, bangun dia :)) 

Tuesday, January 24, 2012

Kalau Odol Jatuh Cinta

Pada awalnya, kami semua berasal dari satu sumber, satu kesatuan yang utuh. Kemudian mereka mulai memecah belah kami, memasang cangkang pada tubuh kami dan membagi kami menjadi puluhan, bahkan ratusan individu terpisah. Kami pun tak bisa berbuat apa-apa untuk menolaknya, karena kami tak memiliki pilihan dalam hal ini selain mengikuti kehendak mereka.

Mereka kemudian menyekap dan menculik kami, kemudian menelantarkan kami ke berbagai tempat, semakin mencerai-beraikan kami. Kemudian dalam satu penjara yang luas, kami ditahan di sana, bersama rekan-rekan kami yang berasal dari wilayah dan suku lain. Kami dipertontonkan layaknya pertunjukan sirkus.

Meskipun begitu paling tidak aku bersyukur karena bisa bersama-sama menanggung semua ini bersama rekan-rekan sependeritaanku. Sayangnya, seiring waktu berjalan, satu demi satu rekan kami hilang, dibawa pergi oleh mahluk-mahluk besar itu. Aku pun semakin waswas menunggu giliranku tiba. Yang kudengar dari rekan-rekanku, mereka akan memakan kami hingga habis. Merinding aku membayangkannya.

Akhirnya hari itu pun tiba. Salah satu raksasa itu mengambil dan membawaku pergi, dan meringkusku bersama mahluk-mahluk kecil lain yang rupanya juga menjadi tawanannya. Dia membawaku ke tempat tinggalnya, menahanku di suatu ruangan sempit dan meletakkanku bersama dengan para tahanan lain yang tampaknya sudah dimakan olehnya, sehingga hanya sebagian saja dari tubuh mereka yang tersisa. Ketika dia pergi, tak lupa dimatikannya cahaya, sehingga kami mesti hidup dalam kegelapan di penjara baru ini.

Beberapa jam kemudian, dia muncul lagi dan menyalakan cahaya secara tiba-tiba, menyilaukan pandanganku. Kemudian dia membuka cangkangku, dan mengambil sebagian kecil dari diriku, meletakkanku pada semacam alat berserabut yang kukira semacam wadah makannya, dan kemudian memasukkanku ke dalam mulutnya. Oh tidak, dia akan memakanku, pikirku.



Kemudian... Apa ini? Alih-alih perasaan takut, aku merasakan sensasi lain. Raksasa ini bersenandung sewaktu dia meratakan tubuhku ke giginya. Dan aku tidak dimakannya. Aku tidak lenyap, melainkan berbaur dengan kosmos yang lebih besar, yang memberikan semacam kekuatan pada giginya. Aku merasa berarti. Akhirnya, setelah sekian lama aku diciptakan, baru kali ini aku menyadari bahwa aku pun dapat berguna bagi yang lain.

Raksasa itu, manusia itu, pun selesai menggunakan jasaku. Dia tersenyum, memamerkan sederetan giginya yang menjadi lebih bersih dan mengkilap, dan itu akibat peranku. Aku semakin terharu. Oh, kurasa aku telah jatuh hati pada manusia ini. Aku rela memberikan semua yang kupunya untuknya, supaya dia bisa terus tersenyum dengan sempurna seperti ini.

-END-

Monday, January 23, 2012

Merindukanmu Itu Seru

Di sebuah kaki bukit di tengah dataran yang gersang, kita berdua berdiri memandangi sekelompok manusia gua yang dengan liarnya menghabisi seekor babi rusa dengan perkakas batunya. Raut wajahmu menunjukkan rasa kecewa.

“Tidakkah kau bosan?” tanyamu.

“Apa maksudmu?”

“Lihatlah mereka. Kalau kita terus berada di tempat ini dan menunggu hingga mereka berkembang, akan memakan waktu yang lama sekali. Oh, aku merindukan masa-masa ketika kita bermain dengan hewan-hewan besar itu. Mereka lebih menarik ketimbang mahluk-mahluk bodoh ini. Sayang sekali serangan batu dari langit itu akhirnya tembus juga, dan mereka pun musnah.”

“Mungkin sebaiknya kita pergi dari tempat ini dan menemukan hal-hal baru.”

“Aku setuju. Tapi kita tidak boleh melakukannya bersama-sama.”

Aku memandangimu dengan wajah bertanya-tanya.

“Kita harus melakukannya sendiri-sendiri, karena kalau kita terus bersama, aku takut lambat laun kita akan menjadi bosan. Aku akan pergi ke arah sana, sementara kau pergi ke arah sebaliknya.”

“Lalu kapan kita akan bertemu lagi?”

“Ketika salah satu dari kita mengirimkan tanda, bahwa kita ingin bertemu. Tapi kita harus melakukannya bergantian, dan kaulah yang berhak untuk melakukan yang pertama.”

“Baiklah.”

~

Kami pun memulai petualangan kami masing-masing. Kuakui, hal ini terasa lebih menyenangkan dan menarik. Aku menemukan berbagai hewan dan pepohonan yang menarik di berbagai belahan planet ini. Begitu kami bertemu di bagian terdingin di planet ini, di tengah-tengah padang es yang luas, kami menceritakan pengalaman kami satu persatu, sambil bercengkrama dengan hewan-hewan hitam putih bersuara lucu. Kemudian setelahnya kami pun berpisah lagi.

Terkadang hanya sebentar, tapi kadang bisa memakan waktu bertahun-tahun bagiku untuk kemudian kembali merasakan rindu yang tak tertahankan padamu, belahan jiwaku. Aku selalu cemas ketika giliranmu tiba, kuatir kalau perasaan rindumu tak sebesar perasaan rinduku, yang itu berarti lebih lama lagi waktu yang mesti dilalui sebelum kita bertemu.

~

Jika aku lebih tertarik untuk mempelajari dan menemukan keindahan dan keunikan planet ini, kau lebih peduli dengan orang-orang yang menempatinya. Ketika kita bertemu di tengah peperangan besar itu, kau berkomentar dengan muram.

“Lihatlah orang-orang ini. Ribuan tahun berlalu, dan pengetahuan mereka sudah jauh bertambah, lalu kenapa mereka masih melakukan hal-hal bodoh dan tak berarti seperti ini? Apakah mungkin mereka juga bosan seperti halnya kita?”

Aku tak menjawabnya karena aku memang tak terlalu mengerti tentang spesies ini. Berapa banyak manusia saling menghunuskan pedang mereka dan tumbang, hanya untuk secuil wilayah yang bahkan bukan milik mereka.

Kekhawatiranmu pun semakin terbukti di pertemuan kita yang kesekian beratus tahun kemudian. Dengan kecerdasan yang dimilikinya, manusia tak hanya merusak sesamanya, mereka juga merusak lingkungan, alam tempat mahluk-mahluk yang lain juga tinggal.

Kami berada di sana ketika langit sangat ramai dipenuhi pesawat-pesawat yang terbang dan menembaki orang-orang di bawah. Kemudian dua benda besar yang mereka sebut bom atom pun jatuh, menghancurleburkan kedua kota di negara bernama Jepang ini.

“Kau lihat? Mereka sungguh menyebalkan.”

Kami waktu itu berdiri di tengah-tengah reruntuhan kota Nagasaki, menyaksikan kehancuran dimana-mana.

“Mungkin pada akhirnya nanti mereka akan bosan dengan peperangan ini.” jawabku, berusaha menenangkanmu. Kau hanya diam, mungkin setuju dengan pendapatku.

~

Ketika kami bertemu lagi puluhan tahun kemudian, situasi sudah berubah cukup drastis. Perang sudah hampir lenyap di planet ini, meskipun di beberapa tempat, hal itu masih terjadi. Kami berdiri di atas sebuah gedung pencakar langit, menyaksikan ramainya suasana kota dengan segala macam cahaya yang bergerak tanpa henti.

“Nah, lihatlah, keadaan sudah membaik kan?”

“Mungkin. Tapi lihatlah mereka sekarang. Mereka bahkan tidak bertegur sapa lagi seperti halnya pendahulu mereka biasa lakukan. Mereka sibuk dengan alat kecil yang mereka bawa kemana-mana.” keluhmu.

“Oh, benda itu. Kurasa itu dampak dari teknologi yang semakin maju di planet ini. Kemanusiaan mereka berkurang, dan lambat laun mesin menguasai mereka.”

Kau menoleh padaku dengan tatapan kagum.

“Rupanya kau pun sekarang berbicara sepertiku.”

Kami pun tertawa.

~

Kami bertemu lagi, mungkin untuk yang terakhir kalinya, karena kami tak akan berpisah lagi. Di sebuah kaki bukit yang tandus itu, sekali lagi kami berada di sana, memandangi langit yang gelap tak menentu. Suara guntur terdengar dimana-mana, dan dari kejauhan dapat kurasakan hampir seluruh permukaan planet ini bergemuruh kencang.

“Apakah menurutmu kita akan selamat?” tanyaku.

“Aku tidak tahu. Jika planet ini hancur, aku tidak yakin apakah kita akan melayang tak menentu di antariksa ini, atau ikut hancur bersamanya. Bagaimana menurutmu?”

“Kalau ini merupakan saat-saat terakhir kita, yang menurut perhitunganku hanya sekitar beberapa hari, kurasa lebih baik kita menghabiskannya dengan bersama-sama.”

Kami pun diam sejenak. Kemudian kau mengaku.

“Kau tahu, dalam setiap perjalananku, aku sengaja mengulur waktu untuk mengirimkan tanda supaya kita bertemu. Aku tak ingin kau tahu kalau aku sangat merindukanmu.”

Aku tersenyum. “Dasar bodoh. Sekarang kau tak ubahnya seperti manusia-manusia itu.”

Kami pun tertawa, sementara bumi meledakkan perutnya dan memuntahkannya sekuat tenaga.

-END-


===============
author's note: mudah2an ada definisi FF yg batasannya di bawah 800 kata, soalnya tulisan ini agak panjang, sekitar 700 kata :D Aku ga mau ngapus2in karena udah puas ama hasilnya.

Katy Perry - The One That Got Away


Summer after high school when we first met
We make out in your Mustang to Radio head
And on my 18th birthday we got that chain tattoos
Used to steal your parents' liquor and climb to the roof
Talk about our future like we had a clue
Never plan that one day I'd be losing you


And in another life I would be your girl
We keep all our promises, be us against the world
And in other life I would make you stay
So I don't have to say you were the one that got away
The one that got away

I was dreaming you were my Johnny Cash
Never one, we got the other, we made a pact
Sometimes when I miss you, I put those records on, whoa
Someone said you had your tattoo removed
Saw you downtown singing the blues
It's time to face the music, I'm no longer your muse


And in another life I would be your girl
We keep all our promises, be us against the world
And in another life, I would make you stay
So I don't have to say you were the one that got away
The one that got away

The one, the one, the one
The one that got away

All these money can't buy me a time machine, no
Can't replace you with a million rings, no
I should've told you what you meant to me, whoa
'Cause now I pay the price


In another life I would be your girl
We keep all our promises, be us against the world
And in another life, I would make you stay
So I don't have to say you were the one that got away
The one that got away

The one, the one, the one, the one

And in another life I would make you stay
So I don't have to say you were the one that got away
The one that got away

Jurnal 22 Januari 2012

Minggu ini masih sibuk bikin flashfiction dalam rangka #15HariNgeblogFF, selain meneruskan nulisbarengnya. Dan sungguh event ini bener2 menyita waktu gw. Sejak event ini dimulai, gw belom sempet lagi nonton film, dengan konsen, karena dikejar deadline untuk hari ini. Kalopun sempet nonton, paling dikit2 nonton Sherlock yg udah abis season 2nya. Baca Dragon Ball lagi aja juga belom lanjut2 saking tersitanya waktu ini. Gw juga ga sempet keluar rumah buat misalnya belanja makanan ato beli pakaian baru, padahal udah rencana dari kemaren2.

Tema dari FF yg diajukan adminnya dari kemaren sebenarnya rada-rada menjurus ke arah galau. Bayangin aja, judul2nya seperti ini: "Kamu Manis, Kataku" atau "Aku Maunya Kamu, Titik" seakan mengarahkan para penulisnya untuk jadi galau. Meski begitu gw berhasil mendobrak hal ini dengan menerapkan semboyan #MenolakUntukGalau. Bisa dicek, dari hari pertama nulis FF, ga ada cerita buatan gw yg isinya galau, yg ada yg so sweet atau langsung ekstrim. Yah, pokoknya berusaha aja untuk melebarkan range tulisan yg gw bikin.

Dipikir2 ternyata bikin FF ini manfaatnya besar juga. Selain jadi makin terlatih mikir ide buat apa dan nulisnya makin smooth, yg ga boleh dilupakan adalah: memperluas jaringan teman. Jadi berinteraksi dengan temen2 yg baru, misalnya kedua admin momo_DM dan WangiMS, trus juga salah satu penulis handal adit_adit, juga rachmalestari yg kemaren2 sempet rajin komen disini. Dan tentunya para peserta lain yg kadang2 ada yg mampir dan ngasih komen. Selain bermanfaat dalam meningkatkan traffic blog, juga berkesempatan ngebaca karya2 temen2 ini, yg banyak yg bagus2 juga. Biasanya sih sebelum gw nulis FF, gw liat2 dulu sampel dari orang2 yg udah jadi, biar kepikir nanti mau nulis gimana.

Efek positif lainnya yg bisa diperhitungkan adalah, dengan memperluas jaringan temen ini, mudah2an nantinya kalo kita jadi bikin buku untuk yg nulisbareng atau lainnya, ada salah satu ato beberapa dari temen2 baru ini yg ikut beli, hehehe.

Tema nulisbareng minggu ini adalah pembunuhan. Tadinya cukup excited karena pengen bikin cerita detektif yg kayak And Then There Were None. Gw udah ada plotnya sebenarnya, tokoh2nya yg diambil dari orang2 yg gw kenal di twitter, termasuk urutan kematiannya dan pelakunya. Tapi baru nulis satu halaman, gw sadar, untuk cerita dengan jumlah karakter sebanyak ini (7) ga bisa kalo cuma ditulis ke cerpen yg maksimal 2000 kata. Mestilah bisa sampe 20an halaman, kalo mau karakternya ga numpang lewat doang. Lagipula, persiapannya belom cukup untuk bikin detail2nya.

Hari Selasa kemaren sempet rada panik karena akun dian yg iqannemo itu nampaknya dibajak lagi. Untungnya ga berlarut2 paniknya, karena kita udah omongin langkah-langkah yang diambil buat ngatasin ini, juga untuk kemungkinan kalo nanti semua akunnya dibajak semua. Pokoknya jangan menyerah aja intinya.

Dan kemaren2 baru memuaskan dahaga maen PS3. Tumben2an maen WE menang, rupanya karena sekarang sudah lebih paham kegunaan tombol-tombolnya, terutama segitiga untuk passing. Juga puas sampe jari2 ini pegel karena maen Dynasty Warrior. Kapan2 mesti bikin cerita yg karakternya dari DW, hehehe.

Sunday, January 22, 2012

Tentangmu yang Selalu Manis

01
Suaramu lucu, aku suka mendengarnya.

02
Kamu sering bicara hal-hal yang aneh dan kedengarannya tidak masuk akal. Orang-orang menganggapmu gila, tapi aku terpesona padamu.

03
Aku suka kacamatamu yang aneh itu. Juga gaya berpakaianmu yang berbeda dengan murid-murid lainnya. Kamu unik.

04
Jika tidak membicarakan hal yang aneh-aneh, kamu adalah orang yang paling jujur yang pernah kukenal. Kamu selalu mengatakan sesuatu apa-adanya, tanpa kata-kata pujian atau hinaan. Aku kagum padamu.

05
Kamu pintar. Dibalik sifat anehmu itu, aku tahu kamu itu pintar. Dan aku juga tahu kalau kamu sengaja menulis jawaban dengan keliru supaya nilaimu jelek.

06
Aku kuatir padamu yang sempat berhari-hari menolak untuk makan. Apa yang sebenarnya ingin kamu buktikan? Tidakkah kamu sadar kalau kamu hanya akan menghancurkan dirimu sendiri?

07
Kamu bilang tak ada yang peduli padamu. Itu tidak benar. Aku peduli.

08
Kamu lari dari rumah. Kabur entah kemana. Kamu tidak kuat lagi menanggung semua beban pikiranmu.

09
Kamu mengirimiku kartu pos. Dari luar kota. Sekarang aku tahu kemana kamu pergi.

10
Seorang diri, aku pergi menyusulmu. Menyusuri jalanan kota yang ramai dan asing bagiku.

11
Kamu terpana ketika aku melihatmu. Tak menyangka kalau aku akan datang sejauh ini untuk menjemputmu.

12
“Untuk apa kamu kesini? Aku tidak ingin kembali, jadi jangan berusaha untuk membujukku pulang.”

13
“Aku kesini bukan untuk memintamu pulang.
Aku kesini karena aku ingin selalu bersamamu.”

-END-

*terinspirasi dari Cassie Ainsworth*

Saturday, January 21, 2012

Senyum Untukmu yang Lucu

Aku menyaksikan tayangan TV dengan serius. Terjadi lagi pembunuhan di wilayah ini. Ini sudah yang kelima kalinya dalam tiga bulan terakhir. Semua korbannya ditikam dengan pisau belati oleh si pelaku. Aku pun memikirkan Cassie, gadis lucu yang hilir mudik mencatat pesanan di kafe ini.

“Hai, Peter.” sapanya seperti biasa dengan senyumnya yang lebar.

“Hai, Cass. Kamu liat berita yang tadi kan?”

“Berita yang mana? Yang pembunuhan itu lagikah?”

“Iya, yang itu. Pokoknya, mulai malam ini dan seterusnya, aku antar kamu pulang sampai rumah.”

“Ah, aku tak mau merepotkanmu, Peter.”

“Aku berkeras. Aku tidak mau melihat namamu muncul di berita sebagai korban. Aku tak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padamu, Cass.”

Kembali, Cassie dan wajahnya yang lucu itu tersenyum lebar mendengar ucapanku.

~

Begitulah, setiap malamnya aku akan mendatangi kafe tempat Cassie bekerja, dan menunggu sampai jam kerjanya berakhir, kemudian berjalan mengantarnya pulang. Sejauh ini, tidak ada masalah yang kami temui. Pembunuh itu pun belum beraksi kembali.

Sampai kemudian sekitar tiga minggu setelahnya, satu orang lagi korban jatuh. Begitu melihat beritanya di TV, aku langsung menghubungi Cassie untuk memastikan keadaannya. Syukurlah, dia baik-baik saja. Menurut berita, pembunuhan itu terjadi selepas tengah malam, kemungkinan setelah aku mengantarkan Cassie ke rumahnya. Untunglah. Jika terjadi sebelumnya, mungkin kami akan berpapasan dengan pembunuh itu.

~

Beberapa hari kemudian, aku mesti keluar kota sehingga tidak bisa mengantarkan Cassie pulang seperti biasanya.

“Hai, Cass. Maaf hari ini aku tidak bisa mengantarmu. Aku sedang di luar kota.”

“Oh, tidak masalah, Peter. Nanti aku bisa pulang bareng teman-temanku yang lain.”

“Baiklah, kamu hati-hati ya.”

“Iya.” jawabnya sambil tersenyum, aku tahu.

Tak disangka, urusanku di luar kota berjalan lebih cepat dari yang diperkirakan. Aku pun bisa mengejar waktu untuk kembali dan mengantar Cassie pulang. Tapi begitu aku sampai di kafe, ternyata dia sudah pulang. Kutanya rekan-rekannya yang lain, ternyata dia tidak pulang bersama teman-temannya, melainkan pulang sendiri.

Aku pun kuatir setengah mati. Meskipun pembunuh itu tidak terlalu sering beraksi, tetap saja aku tidak bisa membiarkan celah sedikit pun muncul dan menyebabkan Cassie dalam bahaya. Aku pun berusaha menyusulnya, menyusuri jalur yang biasanya kami lewati.

Aku terkesiap, karena tiba-tiba saja mendengar suara jerit tertahan dari lorong sekitar yang sepi. Pembunuh itu! Pelan-pelan kuhampiri asal suara itu. Kulihat bayangan dua orang yang perlahan semakin terlihat jelas. Yang satu terlihat posisinya agak limbung. Aku berusaha menajamkan penglihatanku untuk melihat wajah orang yang menjadi korban itu.

Ternyata laki-laki, bukan Cassie. Syukurlah, ucapku dalam hati. Tapi aku tetap waspada. Aku sedang memergoki pembunuh yang selama ini sudah banyak memakan korban. Aku harus menghentikannya di sini.

“Hei, pembunuh!” kuteriaki dia.

Dia pun menoleh. Akhirnya kulihat juga wajahnya. Wajah sang pembunuh.

...dan aku tak mampu berkata apa-apa.







Kulihat si pembunuh itu tersenyum padaku, dengan wajahnya yang lucu.

Cassie...

dialah si pembunuh itu.

-END-

Friday, January 20, 2012

Inilah Aku Tanpamu

H-1

“Mia, jangan pergi. Please, stay.” bujuk Nugi dengan sedih.

“Maaf, Nugi. Aku harus. Kamu ga bakal kenapa-napa kan kalo aku pergi?” jawab Mia sambil tersenyum sedih.

Nugi pun hanya bisa memandangi pesawat Mia yang terbang, menuju daratan Eropa sana.


H

Nugi tidak bisa tidur semalaman. Pagi harinya pun dia berangkat ke kantor dengan enggan. Raut wajahnya murung sepanjang hari. Mia terlalu penting baginya.


H+1

Nugi masih murung seperti kemarin. Tapi perlahan dia mulai bangkit dan mengurusi hidupnya. Dia pergi ke supermarket dan berbelanja, kemudian memasak sendiri di rumahnya. Sudah beberapa tahun dia terbiasa memasak sendiri, untuk mempersiapkan kemungkinan kalau dia mesti hidup sendiri. Dipandanginya nasi goreng di hadapannya, kemudian melahapnya pelan-pelan tanpa suara.


H+2

Nugi mulai terbiasa mengurus keperluan hidupnya yang lain. Pagi-pagi dia sudah bangun untuk merendam dan menunggui cuciannya diproses. Sempat pula dia membuat segelas kopi untuk dirinya sendiri. Dia pun mulai menyetir sendiri mobilnya yang kemarin-kemarin ditinggalnya saja di rumah. Di kantor pun dia berusaha menyibukkan diri supaya tidak terlalu larut memikirkan Mia.


H+3

Dipandanginya sebatang rokok di tangannya. Sempat terjadi perdebatan kecil di batinnya apakah akan dinyalakannya rokok itu atau tidak. Dia sudah lama berhenti merokok, karena Mia. Rokok itu pun utuh.


H+4

Memasuki akhir pekan, Nugi berjuang mengusir perasaan murung dari pikirannya. Coba membaca salah satu novel yang menumpuk di lemari bacanya, dia tak bisa meneruskan sampai habis. Dia beralih ke TV, mencari-cari film yang bisa ditonton, dan akhirnya ketiduran.


H+5

Sabtu. Hari libur. Nugi makin terbiasa dengan kesendiriannya. Setelah bersepeda di pagi hari, siangnya dia pergi ke mall untuk makan siang dan menonton sendiri di bioskop. Malam harinya, sebelum tidur, dilihatnya lagi fotonya dan Mia yang sedang tertawa riang. Mengingat-ingat memori indah sewaktu foto itu diambil, membuat Nugi tersenyum kecil.


H+6

Setelah seharian bersih-bersih rumah, Nugi pun tertidur saja di depan TV meskipun hari masih sore. Tak terdengar olehnya suara taksi yang berhenti di depan rumahnya. Seseorang turun dari sana, kemudian melangkah masuk ke rumah Nugi. Dilihatnya Nugi yang sedang terlelap di sofa. Orang itu pun tertawa geli, kemudian perlahan diciumnya laki-laki itu.

“Hai, Nugi, suamiku.” panggilnya sambil tertawa.

“Mia? Kukira kamu baru akan pulang nanti malam.”

“Aku ambil flight lain yang lebih awal, sudah tak sabar ketemu kamu.”

Nugi pun memeluk Mia, istrinya yang sudah dinikahinya setahun terakhir ini.

“I miss you so much.”

“I miss you, too, so much.”


-END-

Thursday, January 19, 2012

Aku Benci Kamu Hari Ini

Sore hari, di lapangan sekolah, di saat murid-murid yang lainnya sudah pulang, sekelompok anak masih asyik bermain sepakbola. Terlalu bersemangat, seseorang menendang bola dengan keras sekali, sehingga bola tidak mengarah ke gawang, dan terus melesat keluar lapangan, mengenai seorang murid perempuan.

“Ah!” Astrid, murid perempuan itu, menjerit kesakitan. Buku yang sedang dibacanya terjatuh dari pangkuannya.

Diego, anak yang tadi menendang bola, menghampiri Astrid yang merupakan teman sekelasnya, dan berkata dengan datar.

“Ini salahmu sendiri, siapa suruh membaca buku di tempat seperti ini. Kamu kan lihat sendiri anak-anak sedang bermain.”

Muka Astrid memerah karena marah. Air matanya hampir meledak. Dia berdiri, mengambil bola yang mengenainya, dan melemparkannya sekuat tenaga ke arah Diego, yang sama sekali tidak mengelak ketika bola mengenai badannya.

“Aku benci kamu!” teriak Astrid, yang kemudian memungut bukunya dan berlari meninggalkan Diego.

Diego yang sama sekali tidak merasa sakit ketika bola itu mengenai badannya, mengambil kembali bola itu dan bergegas kembali ke lapangan.

“Dasar cewek.”

~

Setelah sampai di rumah dan mandi, Diego berbaring di kamarnya, menatap langit-langit. Terbayang olehnya wajah Astrid yang marah tadi sore, dan berteriak padanya.

“Aku benci kamu!”

Astrid duduk persis di depannya di kelas. Meski begitu mereka hampir tidak pernah mengobrol. Lalu kenapa, wajahnya tak mau hilang dari benaknya? Ekspresinya yang marah itu terus membekas di kepalanya.

~

Tiga jam kemudian, Diego masih berbaring di sana, masih memikirkan wajah Astrid yang marah padanya.

“Diego, makan malam dulu!” panggil ibunya dari luar.

Diego tertegun, baru menyadari kalau hari sudah cukup larut. Dia pun keluar, menuju meja makan, dimana ibunya menunggunya. Diego duduk, dan hanya memandangi makanan di depannya yang tak disentuhnya sama sekali.

“Kamu kenapa, nak?” tanya ibunya.

“Ibu, tadi sore ada anak perempuan yang marah padaku karena bola yang kutendang mengenainya. Padahal itu salahnya sendiri karena membaca di dekat lapangan tanpa memperhatikan sekitarnya.”

 “Sudahkah kamu minta maaf ke dia?” tanya ibunya.

“Tidak. Dia yang salah.”

Ibunya menghela napas.

“Diego, tak peduli dia salah atau tidak, kamu mestinya-“

“Dan aku tak bisa berhenti memikirkannya.”

Oh, pikir ibunya. Kelihatannya anakku sedang jatuh cinta.

“Apa yang harus kulakukan, bu?”

“Kamu harus minta maaf ke dia sesegera mungkin. Besok.”

Diego mengangguk.

~

Jam setengah enam pagi. Astrid baru saja terbangun ketika ayahnya memanggilnya.

“Astrid!”

Dengan malas-malasan Astrid keluar menghampiri ayahnya. “Kenapa, Pa?”

“Ada anak cowok di luar nungguin kamu. Kamu kenal dia gak?”

Astrid mengintip dari jendela dan terkesiap. Diego! Kenapa dia ada di sini, pagi-pagi sekali pula. Astrid pun keluar menghampiri Diego yang berdiri di depan pagar rumahnya.

“Diego, ada apa?”

Diego memandangnya dengan serius.

“Astrid, aku minta maaf atas kejadian kemarin.”

“Oh, baiklah. Tapi kamu kan bisa minta maaf nanti di kelas.”

“Aku tak bisa berhenti memikirkannya semalaman. Karena itu aku datang sepagi mungkin. Apa kamu memaafkanku?”

“Tentu saja.”

“Terimakasih, Astrid. Permisi.”

“Hei, mau kemana?”

“Berangkat ke sekolah.”

“Kenapa tidak tunggu sebentar, biar kita bisa berangkat bersama?”

“Baiklah.”

~

Sejam kemudian, mereka pun berjalan bersama menuju sekolah.

“Hei, Diego?”

“Ya?”

“Kamu tidak sejahat yang kukira.” ucap Astrid sambil tersenyum.

-END-


=================
author's note: sengaja bikinnya dipercepat, biar bencinya ga lama-lama :)

Sepucuk Surat (Bukan) Dariku

Dear Zoe,

Maaf karena aku pergi tanpa memberitahumu.

Terima kasih karena telah memperbolehkanku tinggal di rumahmu selama dua bulan ini. Maaf jika kepergianku terlalu mendadak. Aku tidak bisa mengatakan padamu alasannya, tapi aku tidak ingin merepotkanmu lebih jauh lagi. Jangan berusaha mencariku, karena aku hanya akan mendatangkan masalah buatmu.

Sekali lagi maaf, dan selamat tinggal.


Anthony.


~

Zoe menunjukkan surat itu pada kedua petugas yang mendatangi rumahnya.

“Jadi, bisa kalian jelaskan ada apa sebenarnya dengan Anthony?”

Kedua petugas itu berpandangan. Inspektur Johnson, yang memiliki pangkat lebih tinggi, menjelaskan.

“Maaf Nona Zoe, tapi kami yakin Anthony adalah seorang pembunuh berantai yang sudah membunuh 10 orang selama setahun terakhir ini.”

Zoe menahan napas.

“Ya Tuhan! Betulkah itu? Anthony orang yang ramah dan humoris. Mana mungkin dia-”

“Begitulah yang dikatakan orang-orang yang dulu mengenalnya. Mereka juga tidak menyangka kalau dia bisa melakukan hal-hal mengerikan ini.”

Zoe terdiam. Wajahnya masih menunjukkan rasa tidak percaya akan keterangan yang baru saja didengarnya.

“Kami sudah mengejarnya selama berbulan-bulan, dan akhirnya tiba di kota ini. Kelihatannya dia sudah mengetahui keberadaan kami, dan melarikan diri lagi sebelum kami sempat mendatangi Anda.”

Zoe masih terdiam. Inspektur Johnson melirik bawahannya dan mengangguk. Mereka pun berdiri.

“Nona Zoe, kecil kemungkinan dia akan kembali ke sini, tapi jika dia melakukannya, bisakah Anda menghubungi kami secepatnya?”

“Tentu saja, Inspektur.”

Zoe pun mengantarkan dua petugas itu keluar. Dilihatnya mobil mereka yang melaju meninggalkan rumahnya. Dia terus memandangi dari jendela hingga mobil itu lenyap dari pandangannya.



Tanpa terburu-buru, Zoe masuk ke kamarnya, menggeser lemari pakaiannya, dan mendapati pintu tersembunyi di baliknya. Dia membukanya, dan mendapati ruangan sempit dimana Anthony sudah menunggunya.

“Kau benar. Mereka datang mencarimu.”

-END-

Tuesday, January 17, 2012

Ada Dia di Matamu

“Katakan padaku, Romola.” ucap Pangeran Theo dengan tenang tapi tegas.

Putri Romola terkesiap. “Apa maksudmu, suamiku?”

“Kita sudah menikah selama dua bulan, dan tak pernah kau menatap mataku secara langsung. Apa yang kau sembunyikan?”

Romola menggelengkan kepalanya, dan mulai terisak. Perlahan Theo mengangkat wajah Romola dan menatap langsung matanya. Dipandanginya dalam-dalam.

Setelah sekitar semenit, Theo menghela nafas dan melepaskan Romola.

“Jadi begitu rupanya. Itu sebabnya kau tak pernah bisa memandang mataku. Ada orang lain di sana, orang yang selalu ada dalam pikiranmu. Katakan, siapa dia, Romola?”

Romola berusaha menahan tangisnya dan menatap Theo. “Akan kutunjukkan padamu.”

Kemudian Romola pun membawa Theo ke luar istana ke sebuah kubah besar dimana mereka menyimpan berbagai hewan peliharaan di sana. Dia berhenti di sebuah kandang. Ada seekor kodok di dalamnya.

Theo memandangi kodok itu lama, kemudian menoleh ke Romola.

“Apa maksudnya ini, Romola?”

“Dialah yang kaucari. Orang yang selalu ada di mataku, yang selalu ada di benakku.”

“KODOK INI??”

Romola mengangguk.

“Dia adalah kekasihku. Tadinya dia adalah seorang pemuda yang tak kalah tampan darimu. Kemudian hampir setahun yang lalu, seorang penyihir mengutuknya menjadi seekor kodok. Kutukannya baru akan hilang jika seorang putri menciumnya, tepat setahun sesudahnya.”

Theo yang cerdas pun menyimpulkan.

“Jadi kau sengaja menikahiku yang seorang pangeran ini, supaya kau bisa menjadi seorang putri, kemudian mencium kodok itu, dan mengubahnya kembali menjadi pemuda kekasihmu? Ya, masuk akal.”

“Maafkan aku, Theo. Bukannya aku bermaksud mempermainkanmu, tapi aku sungguh mencintainya. Jadi tolong, jangan ceraikan aku dulu. Paling tidak sampai kutukan itu lenyap.”

“Romola, mestinya kau menjelaskan hal ini padaku sejak awal. Aku akan dengan senang hati membantumu untuk dapat membebaskan kekasihmu.”

“Terimakasih, Theo.”

“Lalu, apa yang terjadi jika usahamu tidak berhasil?”

“Dia akan tetap menjadi kodok, dan akan kehilangan semua ingatannya sewaktu menjadi manusia. Kalau itu terjadi, aku hanya bisa melupakannya dan melanjutkan hidupku.”

Dengan penuh pengertian, Theo merangkul Romola.

“Jangan kuatir, Romola. Mari berdoa semoga kau bisa mengembalikan wujudnya seperti sedia kala.”

“Terimakasih, Theo. Aku tak tahu bagaimana membalas kebaikanmu.”

“Jangan kau pikirkan hal itu. Mana mungkin aku tinggal diam menyaksikan sepasang kekasih menderita seperti ini?”

Mereka pun meninggalkan bangunan itu dan kembali ke istana. Romola pun tersenyum karena harapannya agar kekasihnya kembali normal akan segera terwujud.









Keesokan harinya, pagi-pagi sekali dimana orang-orang masih tertidur, Theo mendatangi kubah itu sendirian dan mengunjungi si kodok. Dia membuka pintu kandangnya, dan menatap kekasih Romola itu.

“Hai, kodok. Aku ingin bicara denganmu.”

Diraihnya kodok itu, dan diletakkan di tanah. Si kodok diam, menunggu Theo berbicara. Theo diam sejenak, berpikir.

Kemudian diinjaknya kodok itu hingga mati.

Dia membuka bungkusan yang dibawanya, dan memasukkan kodok lain yang persis mirip ke dalam kandang, kemudian menutupnya kembali.

“Masalah selesai.” ucapnya sambil tersenyum.



-BERSAMBUNG (Ga Jadi END)-


=================================
author's note: asal cerita dari sini
@plut0saurus: @minky_monster @WangiMS kata mas @momo_DM temanya selingkuh :| *selingkuh sama kodok* #plotNonGalau ^^

lanjutannya yg versi dian, ada di sini
Ada Dia di Matamu

kopi

p: malesbangun

m: @p bikinin kopi ya, biar bangun? :)

p: @m buat ditetesin di mata lagi?

m: @p buat diminum selagi nunggu kamu bangun.

p: @m jadi tetep kamu yg minum? :|

m: @p bikin dua gelas kok. :p

p: @m jagoooooo ngeles :p *jitak virtual*



=============================
maaf, ini bukan flash fiction, tapi tetep aja ketawa waktu diinget2 ^^

Monday, January 16, 2012

Jurnal 15 Januari 2012

Minggu ini sungguh sibuk sekali dengan menulis. Penyebabnya adalah, selain karena mesti nyetor untuk #nulisbareng, eh ternyata ada lagi event #15HariNgeblogFF. Baru masuk minggu kedua aja udah ada tambahan even yang bisa diikutin. Yg pertama adalah Lomba Nulis Fiksi Fantasi, yang untungnya dikumpulinnya masih tanggal 21 Februari, jadi kalo misalnya mau ngirim masih ada cukup waktu untuk mikirin ide dan plotnya, terutama setelah even yg satunya lagi selesai. #15HariNgeblogFF ini gw taunya karena diretweet sama nulisbuku. Penggagasnya adalah momo_DM, manusia ajaib yang namanya hampir muncul di semua edisi #11projects11days waktu itu. Ngeri ga sih?

Sebenarnya sih gw ga terlalu pengen ikutan yg ngeblogFF itu, takutnya ga ada waktu. Jadi waktu hari rabu gtalk sama dian, bahas itu juga. Gw bilangnya sih mending konsen bikin yg #nulisbareng aja, soalnya kalo mesti nulis tiap hari dengan tema beda2 kan rada susah. Dan rencana gw sih emang gitu, sampai kemudian.... di hari kamisnya, di hari pertama #15haringeblogFF itu, malah dian duluan yg bikin FF. Apaboleh buat, gw juga mesti ikut :D

Anehnya hari Kamis itu jadi hari yg seret banget buat nulis. Selain gw ga bisa maju2 nulis yg pegasus, untuk nulis yg 15hariFF ini pun kayaknya susah banget. Padahal Kamis itu gw masih libur. Kebalap aja ama dian yg udah jadi FFnya. Sampe rada stres juga sih kok ga bisa2 nulisnya. Hasilnya yg pegasus diabaikan dulu, konsen buat yg FF. Jadi juga sih, jam 8 malem. Itupun setelah berkali2 bolak balik mikir mau nulis apa.

Oiya, kamis itu setelah seharian offline karena (berusaha) fokus nulis, pas OL lagi, disapa ama adek DAMITCH yg udah reactivated lagi. Soalnya adalah, hari Rabu kemarennya itu gw ngirim message lewat tumblrnya tentang reactivated akunnya. Lho ternyata besoknya langsung aktif lagi :p I just thougt that, well, somebody gotta try to talk to her.

Kembali ke tugas menulis. Hari Jumatnya juga masih lanjut dengan bikin FF. Hari Sabtu, hari perjuangan, karena punya deadline untuk nyelesaiin tulisan yg pegasus. Itupun pake tidur dulu karena pulang pagi, dan baru mulai nulis siang2 gitu jam 2. Untungnya sih hari itu lumayan ngalir nulisnya, dan selesai jam 5 sorean gitu. Waktu gw bilang kalo energi udah abis buat bikin FF, sebenarnya pengen surprise aja, soalnya tumben bisa nulis FFnya cepet. Dan hasilnya di hari Sabtu itu, pegasus jadi, FF pun jadi, dan hasilnya keduanya cukup memuaskan :p

Jadilah Milikku, Mau?

“Bagaimana, Kimiko?”

Kimiko tidak menjawab. Duduk bersimpuh di lantai, dia berada di tengah-tengah aula istana yang dipenuhi oleh para pengawal, sementara di hadapannya, duduk di singgasana yang megah, Pangeran Yasuhito, penguasa distrik ini.

“Kimiko, kau gadis paling cantik yang bisa kutemukan di desa ini. Kau hanya perlu mengatakan ya, dan kau akan bisa menikmati hidup yang mewah di istana ini bersamaku. Yang kuminta adalah agar kau mau menjadi milikku untuk selamanya, sebagai istriku.”

Kimiko meneguhkan hatinya, kemudian mengangkat kepalanya ke arah Pangeran Yasuhito dan menjawab.

“Maafkan aku, Pangeran Yasuhito. Permintaanmu sungguh baik hati, dan aku yakin dalam keadaan normal, tidak ada wanita yang akan sanggup menolaknya, begitupun denganku.”

Pangeran Yasuhito tersenyum puas.

“Akan tetapi, aku tidak bisa begitu saja mengabaikan fakta akan semua perbuatanmu selama ini. Sejak kau mengambil alih kekuasaan dari ayahmu, kau menerapkan kebijakan yang memberatkan rakyat. Kau memaksa rakyat bekerja berkali lipat seperti budak, untuk kemudian kau rampas semua hasil kerja mereka untuk membayar upeti yang kau naikkan seenaknya. Semua itu kau lakukan supaya kau bisa hidup bermewah-mewah seperti ini. Maaf saja Pangeran, tapi aku tidak bisa mengabaikan semua hal itu.”

Pangeran Yasuhito mulai geram.

“Apa itu berarti kau menolak tawaranku?”

“Lebih baik aku mati daripada menuruti perintahmu.” Kimiko berkata dengan tegas.

Pangeran Yasuhito bangkit dari singgasananya dan berteriak dengan marah.

“Pengawal! Penggal leher wanita ini. Dasar wanita tak tahu diri. Aku memberimu kesempatan, tapi malah kau sia-siakan.”

Seorang pengawal bergerak mendekati Kimiko yang diam tak bergerak. Dia mencabut pedangnya, dan memposisikannya di leher Kimiko, kemudian mengangkat pedangnya sebagai ancang-ancang untuk memenggal Kimiko.

Kimiko tidak memejamkan matanya. Dia sudah siap dengan keputusannya, dan sama sekali tak ada rasa takut di hatinya. Ketika pengawal itu mengayunkan pedang untuk menebasnya, dia sadar, inilah kematiannya.




Tapi pedang itu tak pernah menyentuh leher Kimiko. Pengawal itu tiba-tiba saja terpental. Berdiri di samping Kimiko, seorang pemuda berpakaian asing. Kimiko memandanginya. Diakah yang sudah membuat pengawal itu terpental dan menyelamatkan nyawanya?

Pangeran Yasuhito pun murka. “Siapa kau ini?”

Dengan tenang, orang itu membuka suara.

“Sudah cukup, Yasuhito. Semua tindakan semena-menamu akan berakhir saat ini juga.”

“Bunuh dia!”

Seluruh pengawal yang ada di ruangan itu pun mencabut pedang mereka dan bergerak untuk menyerang orang asing itu.

“Sleep.”

Hanya satu kata itu yang diucapkan pemuda itu, dan seluruh pengawal seakan terhipnotis. Mereka semua roboh ke lantai. Tidak mati, hanya tertidur.

Pangeran Yasuhito memandang tak percaya. Belum habis keheranannya, pemuda itu melesat dengan cepat dan berdiri di hadapannya.

“Hai.”

“Kau...”

Pangeran Yasuhito tidak bisa bicara lebih banyak lagi. Dengan suatu gerakan cepat, tangan pemuda itu mengoyak dadanya hingga tembus ke belakang punggungnya. Tamat sudah riwayat penguasa kejam itu.

Orang asing itu mencabut tangannya kembali dan membiarkan tubuh Yasuhito roboh ke lantai. Dia lalu berjalan menghampiri Kimiko.

“Mulai sekarang kalian bebas.” ujarnya singkat.

“Terima kasih. Kau sudah menyelamatkan kami.”

Orang itu tak menjawab dan langsung melesat pergi meninggalkan istana. Kimiko masih duduk di sana, terkejut, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.



Dia mengenali orang itu sebagai Kogoro, pembantai yang menjadi buronan pemerintah.

-END-

====================
author's note: asal usul cerita:
@plut0saurus: @minky_monster "Jadilah milikku, selamanya." Lalu ditebas samurai :p *plot non galau*

Sunday, January 15, 2012

Aku Maunya Kamu, Titik.

Hari Kamis,
sekitar jam 10 pagi...

Prana masih terlelap di tempat tidurnya, dalam posisi telentang yang rapi, persis seperti vampir yang sedang tidur. HP yang ada di samping bantalnya bergetar pelan. Ada SMS masuk.

10: 50

Akhirnya Prana bangun juga. Dengan tingkat kesadaran yang masih 50%, dia meraih HP-nya dan melihat tanda New Message di sana. Dibukanya menu inbox.

Guys, ntar sore nonton  The Tree of Life di XXI yuk, yg jam 4 sore. Berenam. Gw, Fiska, Intan, Gunar, Prana, Akmal. Langsung ketemu di sana ya :)
Marissa – 08152213xxx

Dengan tingkat kesadaran yang naik menjadi 90%, Prana membalas:

Oke. Sori baru bales. Eh, yg laen udah pasti pada bisa?

Dua menit kemudian, SMS balasan dari Marissa:

Udah. Eh ntar gw kayaknya datengnya telat, jadi yang beli tiketnya elu ya?

Dibalas lagi oleh Prana

Beres, bos.

Prana pun merebahkan diri lagi, masih betah tidur-tiduran rupanya. Kemudian entah kesamber setan apa, dia langsung bangkit dengan tingkat kesadaran 100%. Dibukanya lagi SMS pertama dari Marissa. Hmm, siapa tahu bisa.

12:00

Prana menelpon Intan.

“Halo?”

“Halo. Kenapa Pran?”

“Tan, nanti jadi pada ikut nonton kan?”

“Iya.”

“Ada perubahan jadwal. Begini...”

15:50

Prana, sudah membeli tiket untuk jam 4, duduk di kursi empuk di depan Studio 3. Tak berapa lama kemudian, Marissa muncul.

“Hei, Pran. Udah beli tiketnya?”

“Udah.”

“Lho, yang laen belom pada dateng?”

“Oh, kayaknya mereka bakal nonton yang ntar malem deh.”

“Lho kok, kenapa?”

“Mungkin karena gw bilang ke mereka kalo tiketnya bakal gw bayarin kalo mereka mau pindah nonton yang ntar malem.”

“Hah, kenapa?”

“Karena gw maunya ama elu aja. Berdua.”

“Oh.”

Seperti yang biasanya terjadi, mereka berdua pun terdiam. Keheningan itu diinterupsi oleh pengumuman dari XXI.

Pintu teater 3 telah dibuka. Para penonton yang telah memiliki karcis, dipersilahkan memasuki ruangan.

“Jadi beli tiketnya cuma dua aja?” tanya Marissa memecahkan keheningan diantara mereka.

“Iya.”

“Oke.” Marissa pun tersenyum. “Udah agak lama juga gw nungguin lu bikin manuver kayak gini.”

Prana pun tertawa.










17:00

Mungkin, sebaiknya lain kali mereka memilih judul film yang lebih mendukung. Sudah sejam film berjalan, Prana masih tidak paham isi cerita dari The Tree of Life ini. Dia menoleh ke Marissa yang duduk di sebelahnya untuk menanyakan pendapatnya.

“Mar...”

Orangnya sudah ketiduran. Saking bosannya mungkin. Prana menghela napas. Why oh why. Tapi kemudian matanya berkonsentrasi. Bukan memikirkan filmnya. Perlahan dielusnya rambut Marissa yang wangi itu. Dia pun tersenyum geli.

-END-

----------------
author's note: maaf buat temen2 kelas 3 SMA gw, karena namanya gw pake :p Mudah2an ga ada yang nyasar kesini.
btw, itu tips lho! Bisa dicoba.

Saturday, January 14, 2012

Kamu Manis, Kataku

Margaret namanya. Dia anak baru di sekolah ini. Sejak Bu Irma memperkenalkannya di depan kelas, aku langsung jatuh cinta padanya. Kulihat dia agak pemalu, dia jarang bicara dan hanya tersenyum saja ketika teman-teman yang lain mengajaknya ngobrol. Tapi justru senyumannya itulah yang membuatku makin suka padanya.

Baiklah. Setelah pelajaran matematika, pelajaran terakhir hari ini berakhir, aku akan mendatanginya. Harus.

Begitulah, ketika bel pulang berbunyi, di saat yang lainnya buru-buru keluar kelas, aku menghampiri anak baru itu.

“Hai Margaret. Namaku Bobby. Aku cuma pengen bilang, kamu manis sekali.”

Margaret hanya memandangiku. Aku juga. Menunggu reaksinya.

“I’m sorry. I don’t speak Indonesian.”

Bagai disambar petir, aku terhenyak. Lupa memperhatikan bahwa wajah Margaret memang sedikit Indo. Padahal sudah keren-keren begini, tapi orangnya malah gak ngerti bahasa Indonesia. Aku pun tak bisa bahasa Inggris.

“Maaf.”

Aku pun berbalik, ingin lari sejauh mungkin dan menangis. Tapi tak disangka, Margaret memegang tanganku.

“Kidding.” jawabnya sambil tertawa. “Aku ngerti kok bahasa Indonesia. Makasih ya...”

Kemudian dia menghampiriku, dan mencium pipiku.

Aku membeku.

Margaret masih terus tertawa sambil melambaikan tangannya padaku sewaktu dia keluar ruangan kelas.

Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam. Ada cewek yang menciumku. Hatiku senang bukan main.

Aku pun berlari penuh semangat, melintasi lorong kelas, hingga keluar gerbang sekolah, terus sampai aku tiba di rumah yang letaknya dekat dengan sekolah.

Aku tak sabar ingin memberitahukan kabar baik ini pada ibuku.

“Mamaaaaaaaaa....” panggilku.

Ibuku muncul dengan tergesa-gesa.

“Ada apa, Bobby?”

“Tadi ada anak baru, namanya Margaret. Aku bilang ke dia kalau dia manis sekali, trus... dia cium aku, Ma.” sahutku bersemangat.

Ibuku hanya tersenyum. Aku pun bergegas lari ke kamarku, melompat ke tempat tidur, memeluk bantal, dan tersenyum-senyum sendiri membayangkan wajah Margaret.





Di luar, ibuku mendesah,

“Dasar, anak baru kelas 1 SD sudah cium-ciuman. Mau jadi apa dunia ini?”

-END-