Featured Post

[Review] Game of Thrones (season 6)

Setelah setahun, GoT kembali di season 6. Sebenarnya gw juga ga begitu nunggu2 sih, karena lagi asik ngikutin serial yg lain (The Flash...

Monday, April 30, 2012

Jurnal 29 April 2012

Setelah FFHore berakhir, sempet ada event nulis tribute buat Pak Raden. Problem is, cerita Unyil itu udah terlampau lama banget, dan gw yg ga nonton ini pun makin ga tau apa-apa tentang judul2 yg mau dikasih. Tapi tetep pengen nulis sekali sih, biar masuk buku juga gituh (okey, norak deh lu). Hence, Kumis Pak Raden. Tapi setelah gw amati, dan kemudian adminnya ngelist daftar yg nulis (bukan dipublish), terlihat peminat/pesertanya dikit. Yg nulis dikit, sodara2. Mungkin dalam satu hari cuma ada sekitar 6. Hmmm, emang rada susah ya mengumpulkan massa lagi, di waktu orang2 udah kembali sibuk dengan rutinitasnya.

Dan yg bikin gw ragu untuk mulai event #MenolakUntukGalau. Nanti ga ada pesertanya gimana? Masa isinya cuma tulisan gw doang. Apa kita mesti nunggu aja dulu? Ato mau pendekatan personal aja ke penulis2 yg mau dicantumin? Entah. Dan gw masih belom ngelanjutin lagi proses mikir buat karakter novel duet ini. Halahalah. Masih pengen nulis beberapa FF lepas, yg udah kepikiran ide tapi belom juga dieksekusi.

Selain PakRaden itu, minggu lalu juga sempet nulis untuk CeritaHariIni-nya PlotPoint. Dengan tema matahari, gw tulis ulang cerita tentang anak dewa matahari yg waktu itu. Dia mirip2 Loki ya sebenarnya, tapi kan waktu itu gw belom nonton Thor, jadi sah-sah aja ya. Dan pas pengumuman, masuk cerita-cerita pilihan minggu itu sih. Yaay, tapi itu sebelum gw ngecek timeline mereka, siapa2 aja yg ngirim. Dan yaaah, ternyata yg ngirim juga dikit, cuma ada 8. Come on, what's wrong? Makanya minggu berikutnya gw ga nulis lagi, karena pesertanya udah berkurang drastis dari sejak minggu pertama event itu diadakan.

Lalu kalo gw ga sibuk nulis, sibuk apa dong? Maen Dynasty Warrior yg Story Mode, mulai dari Wei, Shu, lalu Wu. Pengen namatin aja sih, dan sekalian biar tahu sejarahnya Three Kingdom itu. Mungkin mesti diposting ya hasil belajarnya, gimana masing2 dinasti itu, menurut interpretasi gw.

Hmm, gw udah pernah bilang dan nulis, untuk berhati2 dengan apa yg kita tulis dan ucapkan. Tapi nyatanya semua orang pasti pernah melakukan, termasuk gw minggu lalu. Gw yg biasanya sok tau tapi bener, kali ini emosi karena beda opini tentang nomer pra bayar dan pasca bayar. Guys, kalian tau apa yg terjadi waktu Mark Zuckerberg emosi dan ngeblog karena abis berantem sama pacarnya? Well, ga seburuk itu sih, tapi cukup untuk bikin gw sama temen gw berantem. Dan karena sudah berpengalaman, yah gw tau sih, mesti nunggu berapa hari sebelum gw nyapa lagi dan orangnya udah ga kesel lagi.

Setelah laptop gw kembali, gw pun mengejar ketinggalan nonton film2 yg masih ngantri buat ditonton. Film2 yg sempet gw tonton adalah: Eat Pray Love, Capote, Bambi, The Incredibles, dan Real Steel. Dan karena ngikutin Chy, jadi sekarang gw ikut ngapdet Gomiso. buat check in film2 yg dah ditonton. Seru aja sih liat poin2nya.

Daaaan, buku pesenan coffee shop dan 15hari akhirnya bisa diambil juga. Sabtu kemaren ketemu di detos dengan ray dan puput buat ngambil jatah buku gw. Sayang juga ya ketemunya cuma 2 menit, trus bubar lagi semuanya. Padahal udah mikir2 mau ngobrol apa gitu. Yasudah gw ke clemmons aja sih, makan lagi. Btw yg tadinya cuma ngambil buku, gw mampir ke TMbookstore di detos itu, dan beli buku Supernova yg Akar. Maunya beli Petir juga, tapi lagi ga ada stoknya. Ksatria Bintang Jatuh ama Partikel, kakak gw udah beli. Dan pas pulang sebenarnya mau mampir ke Ramayana depan ITC buat beli kaos2 yg murah. Eh tak taunya malah ngelewatin Bata. Gw lagi nyari sepatu baru, tadinya mau beli converse di Detos, tapi harganya udah naek lagi, makanya batal. Begitu mampir di Bata dan liat harganya yg murah2, akhirnya beli dan bisa dapet sepatu murah meriah.

Anyway, buku 15hari dan coffeeshop itu, ternyata... KECIL banget ya. Rada kecewa, kenapa ukurannya ga sama dengan buku proyek 11days yg waktu itu. Pokoknya kalo nanti gw aplot naskah kesana, gw harus memastikan kalo ukurannya bener, ga sekecil buku 15hari ini.

Friday, April 20, 2012

Kumis Pak Raden

"Dir, kayaknya asik banget makan somaynya. Mama boleh minta ya?"
"Gak boleeeeeeeh! Ini cuma buat Dira."

Audi tertawa mendengar protes Dira, putrinya yang baru masuk SD itu. Sewaktu tukang somay langganan mereka lewat depan rumah, dia membeli dua piring, masing-masing untuknya dan Dira. Audi sudah menghabiskan jatahnya, tapi ketika dilihatnya Dira masih sibuk menyantap makanannya, dia pun iseng menggoda.

"Eh, Dira jadi orang ga boleh pelit-pelit lho. Kalo pelit, nanti tumbuh kumis kayak Pak Raden."
"Pak Raden itu siapa?"

Oh, iya juga ya, anak yang lahir di tahun 2000an mana tau siapa itu Pak Raden.

"Hmm, Pak Raden itu salah satu tokoh di cerita Unyil. Itu lho, acara anak-anak waktu Mama kecil dulu. Nah, Pak Raden itu orangnya pelit banget, dan galak. Kumisnya lebat. Makanya, kalo kamu pelit, nanti bisa beneran mirip sama Pak Raden, ada kumis lebatnya."
"Ga percaya. Mana buktinya? Kayak gimana Pak Raden itu?" tantang Dira.

Wah, dimana ya, bisa nemu gambarnya Pak Raden, pikir Audi.

"Sebentar ya, Mama cariin gambarnya Pak Raden."

Bergegas Audi pergi ke gudang, ke tempat koran-koran bekas. Barangkali masih ada majalah-majalah bekas sewaktu dia kecil. Mungkin di pojokan bawah sana, atau...

Duh, Audi menepok jidatnya sendiri. Ngapain repot-repot sih. Browsing aja. Dia pun mengambil laptop dan modem di kamarnya, kemudian menyalakannya. Tak berapa lama, setelah melakukan pencarian di Google, bertebaranlah gambar-gambar Pak Raden dengan kumis lebatnya yang khas.

Audi kembali lagi menemui Dira dengan laptop di tangannya.

"Nih!" katanya sambil menunjukkan laptop yang berisi gambar Pak Raden ke Dira.

"Waaa, kumisnya kok serem sih Ma? Aku takut," rengeknya.

Audi tertawa lagi. Hahaha, polos sekali putriku ini.

"Aku ga mau punya kumis kayak Pak Raden itu. Aku kan cewek."
"Iya, makanya, jadi anak perempuan jangan pelit-pelit ya."
"Baik, Ma. Eh, tapi Pak Raden itu orang jahat ya?"
"Bukan. Pak Raden itu bukan orang jahat. Dia baik, cuma ya itu, pelit, dan galak, hehehe. Makanya anak-anak takut sama dia."
"Ooo, jadi kalo kita pelit, nanti bakal punya kumis kayak Pak Raden?"
"Iya, begitulah kira-kira," Audi mengiyakan untuk mengakhiri pertanyaan Dira.
"Yaudah deh, Mama boleh ikut makan somay punya Dira."

Hehehe, jadinya malah nambah makan somay. Tapi biarlah, pikir Audi. Dia senang bisa mengajarkan anaknya untuk tidak menjadi orang yang pelit.


Ketika suami Audi pulang malam harinya, Dira pun berteriak dengan riang.
"Nah, itu Papa, mukanya bersih, ga ada kumisnya. Berarti Papa bukan orang yang pelit kan? Bagi uang jajan dong, Pah!"

Papa hanya bisa melongo. Sementara Audi menepok jidatnya lagi. Duh, anak ini.

-END-


*ditulis dalam rangka #ILUPakRaden, tribute untuk Pak Raden.
*Audi dan Dira, diambil dari nama sepupu gw Audira yg masih SMP.

Hancur

Dia pun pergi...

Sagan terbang semakin tinggi, meninggalkan rumahnya, saudara-saudaranya, dan terutama sekali, ayah yang dibencinya. Melewati atmosfer dan antariksa yang terbentang di hadapannya, tujuannya hanya satu. Matahari.

*

Pada suatu ketika, di atas langit sana, tersebutlah Dewa Matahari, Sol. Dia memiliki tiga orang anak. Primus, Sagan, dan Tersius. Jika kekuatan Sol berasal dari matahari, ketiga anaknya memperoleh kekuatan dengan caranya masing-masing.

Dari ketiga anaknya, Sol paling suka dengan anak sulungnya, Primus, karena dia yang paling kuat dan patuh padanya. Dia juga sayang pada anak bungsunya, Tersius yang baik hati dan periang.

Sagan, si anak kedua, merasa terasingkan, karena berbeda dengan kedua saudaranya, dia kurang mendapat perhatian yang serupa dari ayahnya. Iri pun lambat laun memuncak menjadi benci. Dia benci ayahnya, juga kedua saudaranya.

Sagan pun meminta penjelasan dari ayahnya.
"Ayah, kenapa kau tidak menyayangiku seperti halnya kau menyayangi Primus dan Tersius?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu, Sagan? Aku menyayangi kalian bertiga, termasuk dirimu wahai putraku."
"Lalu kenapa kau jarang sekali berbicara denganku? Kau bahkan tidak pernah memandang wajahku."

Sol terdiam. Bukannya dia tidak mau memandang wajah anaknya itu, tapi dia tak berani. Ketika Sagan lahir, Sol melihat matanya dalam-dalam, dan menemukan sinar jahat di sana, berbeda dengan yang dilihatnya pada Primus, dan juga kemudian Tersius. Hal itu membuatnya waspada, karena setiap kali dia memandang Sagan, hawa jahat itu selalu terbayang di benaknya. Dia takut bahwa Sagan akan tumbuh menjadi dewa yang jahat.

Tanda-tanda itu pun tampaknya mulai terlihat, ketika Sagan seringkali melawan perintahnya. Selain itu, anak itu sulit diatur, dan kurang begitu akur dengan kakak-adiknya.

Sol meneguhkan hati dan menatap Sagan.

Mata merah itu, kembali memancarkan hawa jahat. Sol melihat pemandangan yang mengerikan. Dunia hancur, dan kematian di mana-mana.

"Pergi kau, iblis!" Sol berteriak dan memalingkan wajahnya, kemudian pergi meninggalkan Sagan.

Sagan remuk redam. Ayahnya mengusirnya dan menyebutnya iblis. Kepalanya serasa mendidih. Dia pun langsung melesat terbang meninggalkan kediaman Dewa Matahari.

*

Sol menenangkan diri di ruangannya. Gambaran akan kehancuran dunia membuatnya kehilangan kendali. Bukan anaknya yang tadi diusirnya, tapi pemandangan mengerikan itu.

Tapi tentu saja, Sagan yang sudah dikuasai amarah tidak memahami hal itu. Kebenciannya sudah semakin memuncak. Meski begitu, dia terikat oleh pantangan yang diberlakukan padanya dan saudara-saudaranya: Mereka tidak boleh menyakiti siapapun, manusia atau dewa.

Pantangan itu tidak memungkinkannya untuk melawan ayahnya secara langsung. Hal yang sama juga berlaku terhadap saudara-saudaranya, dan dia juga tidak diperbolehkan untuk mencelakai kaum manusia yang hidup di bawah mereka. Hanya ada satu hal tersisa yang terpikirkan olehnya. Matahari.

*

Sagan pun tiba di tempat tujuannya. Bola matahari yang luar biasa panas itu berada di hadapannya. Matahari adalah sumber kekuatan ayahnya, sekaligus sumber energi untuk seluruh kehidupan di tata surya.

Dia bertekad untuk menghancurkannya.

Kemarahannya tak dapat dibendung. Dengan memusatkan seluruh kebenciannya, Sagan mengerahkan segenap kekuatannya.

Primus boleh saja menjadi yang terkuat, tapi saat ini amarah Sagan telah membuatnya menjadi berkali lipat lebih kuat dari dia yang biasanya. Diarahkannya gelombang energi yang dimilikinya ke arah bola raksasa itu.

Matahari mulai bergolak. Gelombang yang dikerahkan Sagan sudah mencapai intinya. Bola raksasa itu kemudian menggembung,

dan kemudian meledak.

*

Ledakannya menimbulkan gelombang cahaya yang luar biasa, menyebar ke seluruh tata surya, dan menyebabkan suara yang bergemuruh, terdengar hingga ke telinga para penduduk bumi.

Kemudian semuanya menjadi gelap.

Bersamaan dengan hancurnya matahari, Sol sang Dewa Matahari pun kehilangan kekuatannya. Badannya roboh, dan dia pun mati.

Primus dan Tersius yang menyaksikan semua rentetan peristiwa menggemparkan ini mendatangi ayahnya, berniat untuk menanyakan penyebabnya. Betapa terkejutnya mereka ketika mendapati ayah mereka sudah mati.

"Ini pasti ulah Sagan. Ayo, Tersius, kita cari dia! Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya," ucap Primus.

Mereka berdua pun terbang menyusul Sagan, ke tempat dimana matahari tadinya berada. Lagi-lagi mereka dibuat terkejut.

Tidak ada siapa-siapa di sana.

Yang ada hanyalah serpihan-serpihan cahaya, hasil dari ledakan maha dahsyat barusan.

Mata Primus menangkap sesuatu. Serpihan-serpihan lain yang tidak bercahaya. Dia menyentuh salah satunya, kemudian menoleh ke Tersius dengan pandangan prihatin.

"Sagan."

Rupanya ketika matahari meledak, Sagan ikut hancur bersamanya.

*

Primus dan Tersius pun kembali, mendapati dunia yang gelap gulita. Situasi yang mereka hadapi sungguh berat. Matahari lenyap, ayah mereka sang Dewa Matahari pun tiada, dan seluruh tata surya di ambang kehancuran akibat tiadanya cahaya.

Mereka bisa mendengar suara-suara di bawah sana. Panik, takut, putus asa.

Tanpa Sagan, hanya mereka berdua yang tersisa untuk melanjutkan tugas Sol sang Dewa Matahari. Bagaimana mereka akan melakukannya?

Tersius perlahan berkata, "Kita harus membuat matahari yang baru."
Primus mengangguk.

Bersama-sama, mereka membangun kembali matahari, yang bisa menjadi cahaya bagi dunia. Biarpun membutuhkan waktu yang lama, ditambah lagi dengan suasana yang tak menentu karena kegelapan ini, mereka yakin bisa melakukannya, dan menyelamatkan dunia dari kehancuran.

Demi ayah mereka, dan demi saudara mereka yang mati dalam kebencian.


-END-



*ditulis untuk #CeritaHariIni,
dikembangkan dari postingan lama berjudul anak dewa matahari.*

Sunday, April 15, 2012

Jurnal 15 April 2012

FFHore pun tamat juga riwayatnya, bersamaan dengan munculnya maenan sesaat FFberantai Trattoria, yg formatnya mirip dengan The Coffee Shop yg waktu itu. Bedanya, kali ini settingannya  di sebuah restoran Italia di sekitar Kemang bernama  Soriano Trattoria, dan pemiliknya yg bernama Roberto. Pria gagah ganteng yg campuran Jawa-Italia yg anehnya punya banyak kelebihan.

Gw pun ikut nyamber bikin  FFBerantai ini, dengan satu niat buruk: mencemarkan nama baik Roberto, huahahahaha. Di cerita Dangerous Men, gw gambarkan bahwa Roberto menyewa orang untuk melenyapkan musuhnya, menyiratkan kalo dia sebenarnya juga seorang mafia. Setelah FF itu jadi, oke, tujuan pun tercapai. Ga usah nyamber2 lagi.

Tapi karena FF itu yg bertema kriminal itu, jadinya adit nyaranin biar gw sama tammy (alizarinn) duet bikin novel tentang kriminal/detektif. Ngg, padahal gw juga masih belajar dan belom kuat nulis yg panjang2 sih. Tapi biar dicoba aja deh. Mudah2an sih bisa jadi yg bagus. Ceritanya sih masih dipikirin, gimana baiknya nulis novel dengan 2 penulis. Apakah metode sambung-nyambung nulisnya, ato pake dua sudut pandang. Dan, hmm, sebenarnya gw agak ragu sih untuk punya partner baru, karena berat rasanya ninggalin partner yg lama, meskipun berhenti di tengah jalan, dan takutnya partnership kali ini juga mentok di tengah jalan pula. Tapi kalo bisa jadi kesempatan buat belajar jadi lebih baik, lebih rajin dan konsisten, kenapa engga ya?

Anyway, laptop gw akhirnya selesai juga dibenerin setelah 2 minggu. Tapi belom gw bawa pulang ke rumah, dan ditinggal aja di kantor, berhubung kesibukan di akhir pekan. Sabtu Minggu ini mestinya gw ikut acara kantor ke Pulau Tidung, tapi gw ga ikut, karena ada acara arisan keluarga besar. Ke Puncak. Yah, sayang juga ya ke Pulau Tidung, soalnya seumur-umur gw bahkan belum meninggalkan Pulau Jawa ini. Tapi di lain pihak, udah berapa lama gw selalu skip kumpul2 keluarga besar. Jadi ya, Puncak it is.

Sebenarnya di sana juga ga banyak yg dilakukan sih, kecuali frekuensi makan yg meningkat, dan acara2 lomba dimana gw ga ikut satupun (soalnya banyakan buat anak2 dan bapak2). Di cottage pun cuma tidur2an dan mantengin hape buat twitteran. Palingan ada hiburan dikit dengan adanya kali persis di samping cottage, dengan suaranya yg berisik kayak ujan deres itu. Yang juga jadi hiburan di sana adalah, ngeliatin sepupu2/ponakan yang lucu2 dan imut. Dan salah satu sepupu yg dulu masih kecil, sekarang udah tinggi aja. Karena ngeliat mereka2 inilah kadang gw kepengen banget punya anak perempuan.

Tuesday, April 10, 2012

Dangerous Men

Aku memberi isyarat pada cab driver untuk berhenti di depan restoran Italia itu. Soriano Trattoria. Entah apa pula artinya. Trattoria, traktor? Doesn't make sense.

Sedikit merepotkan, kalau harus memarkir mobilmu beberapa blok dari tempat ini, kemudian melanjutkan dengan cab untuk jarak yang tidak terlalu jauh. Well, aku tidak mau orang itu melihat mobil yang kupakai. Who knows? He's quite a dangerous man afterall.

Ketika aku memasuki restoran itu, hanya ada dua pelanggan di sana. Dua orang wanita. Salah satunya sedang sibuk mengobrol dengan orang yang kucari. Segera setelah aku duduk di salah satu meja yang kosong, seorang laki-laki, pelayan, datang dan menanyakan pesananku.

I have an appointment with your boss, please tell him that. Kukatakan itu padanya, tanpa memesan apa-apa. Pria muda itu hanya mengangguk dan segera berlalu. Doesn't make sense. Dia terlalu ganteng untuk jadi pelayan. Aku curiga jangan-jangan dia bukan sekedar pelayan. Mungkin dia juga mengerjakan tugas-tugas lain untuk orang itu.

Aku menoleh dan kebetulan bertatapan dengan wanita yang satu lagi, wanita dengan laptop di mejanya. Dia gugup, dan langsung menunduk memandangi laptopnya lagi. Hmph, aku berusaha menahan senyumku. Sayang, dia terlalu kurus.

Kulihat pelayan tadi sudah ada di samping bosnya, yang sedang mengobrol dengan wanita itu, membisikkan beberapa kalimat. Orang itu memandang ke arahku, yang kemudian kubalas dengan seringai kecil. Dia berpamitan pada wanita itu, dan kemudian berjalan ke arahku.

Dengan senyuman lebarnya, yang kutahu cuma pura-pura, dia menyapaku dengan serentetan  bahasa Italia yang tak kumengerti.

"English, Roberto. I don't speak your language," balasku.
"Allright, Aldo. Follow me."

Aku berdiri dan mengikutinya berjalan masuk ke arah dapur, sementara kusadari dua wanita tadi memandangi kami, pastinya bertanya-tanya. Roberto terus berjalan menyeberangi ruangan dapur yang tak begitu ramai, hanya ada sekitar empat orang pegawainya, hingga tiba di pintu belakang, dan membukanya, memberi isyarat padaku.

Tidak ada siapa-siapa di bagian belakang restoran ini selain kami. Aldo memastikan pintu belakang dapur tertutup rapat, mencegah orang lain untuk keluar masuk sementara kami berada di sini.

"I saw you're talking with that girl. Pretty."
"She's just a friend," katanya sambil tertawa.
"Well, in that case, do you mind if I talk to her later?"

Roberto langsung menjawab dengan tegas.
"Leave her alone, Aldo. She's my friend."
"I know, I know. Besides, she's not my type."

Roberto memandangku dengan tajam.
"Well, what about my order?"

Aku balas memandangnya, tak ingin terintimidasi olehnya.
"First of all, I'm gonna ask for extra charge. You didn't tell me this guy was tough. He almost strangled me back there."

Dia berkomentar dengan sinis, "I see you're still alive."
"Of course I am," geramku.

Kurogoh ponsel di saku jaketku, lalu kubuka folder picture. Kutunjukkan padanya beberapa gambar yang kuambil. Tidak ada perubahan ekspresi di wajahnya, tak peduli betapa mengerikannya gambar yang baru saja kutunjukkan.

"Good job. And the body?"
"I already burn it. Nothing left."

Dia menganggukkan kepalanya.
"Alright. The money will be wired in an hour, with another 50% for that extra charge. Anything else?"

"I was just wondering, why didn't you do it yourself? I know you've been dealing with these things before."
"Aldo, I'm retiring. I don't do those things anymore."

Bah. Bilang saja kau tidak mau mengotori tanganmu untuk berurusan dengan musuh-musuhmu.

"Well, I'll be going then. I hope we don't see each other again."
"So do I."

Aku pun kembali berjalan menyusuri ruangan dapur, kembali ke dalam restoran, menuju pintu keluar. Tidak perlu berlama-lama berada di tempat ini. Sengaja aku berjalan melewati wanita teman ngobrol Roberto tadi. Aku sempat tersenyum padanya. Dengan ragu-ragu dia balas tersenyum. Dia cukup cantik, tapi aku tahu pasti tipe seperti apa dia. Menjengkelkan.

Segera setelah aku tiba di luar, kupanggil cab yang sudah siaga di depan restoran, untuk kemudian mengantarku beberapa blok ke tempat mobilku terparkir. Kupandangi tulisan 'Soriano Trattoria' pada restoran itu. Hmph, Italian. Selalu saja berhubungan dengan dunia mafia.

Ponselku berbunyi. Ada sebuah pesan masuk. Ah, Ellie. Pasti dia bosan karena menunggu sendirian di hotel. Don't worry dear, we're leaving this town immediately.

-END-

*numpang mengacau dikit :p*

Monday, April 09, 2012

Lagu Pilihan #1: [Book Review]

"Mungkin akan tetap kelabu, tapi kamu tidak akan sendirian melaluinya. Aku juga akan ada di sana."



Kumpulan Cerpen #11Projects11Days
Penerbit: NulisBuku

Buku ini adalah hasil dari proyek nulis yang diadakan sekitar bulan Oktober 2011, yaitu #11projects11days. Proyek dimana kita diajak untuk menulis berdasarkan lagu tertentu. Untuk Lagu Pilihan ini, lagu yang menjadi tema dibebaskan, dalam arti tiap orang boleh memilih judul lagu yang ingin digunakan. Karena bebas, jadinya untuk tema hari itu banyak banget yg ngirim, dan hasilnya penerbit sampe bikin 4 buku untuk nampung tulisan2 yang masuk.

Adapun tulisan gw yg pertama gw tulis untuk project ini masuk di buku pertama, thus gw belilah buku yg ini. Ngomong-ngomong gw satu buku lho, ama penulis2 yg udah lebih dulu mateng. Sebuku sama @adit_adit, @momo_DM, @iiphche, dan @dheaadyta.

Kutipan di atas tadi diambil dari tulisan gw yang masuk di buku ini, berjudul "Tak Sendirian" yang waktu itu juga diposting di blog ini. Ceritanya tentang anak yang kabur dari rumah, trus dijemput kakaknya. Waktu itu sih gw puas-puas aja dengan tulisan ini. Tapi setelah diliat di buku kok, pendek banget ya. Diitung-itung cuma 293 kata. Kalo dibandingin ama cerita2 laen yg bisa berapa halaman, rasanya tulisan ini kurang layak masuk. Mana format penulisan waktu itu agak gimana gitu, rada semi puisi, tapi setengah-setengah. Mungkin nanti gw tulis ulang aja ya, biar lebih panjang dikit.

Itu tulisan taun lalu. Kalo dibandingin ama tulisan2 yg sekarang, kok kayaknya ga ada apa-apanya ya, hehe. Sejak awal tahun ini soalnya udah sering dilatih, jadi makin enak dibaca menurut gw.

Btw, beberapa tulisan di buku ini yang gw suka diantaranya adalah:

- Terlambat (by @adit_adit)
mengambil setting di konsernya Linkin Park, seorang cewek yg sibuk cemburu karena temen cowoknya, yg sempet berkali-kali ditolaknya, jalan sama cewek lain.

- Untuk Tuhan (by Indah Arka Arifallah)
dengan  format penulisan yg keren, day by day jurnal gitu. Tentang orang yang kena penyakit berat dan nulis pesan untuk wanita yang dicintainya, hingga kemudian dia wafat. Setelah itu ganti cerita dikisahkan dari sudut pandang wanitanya.

- Ku Hanya Terdiam (by @mizzsekar)
Ini gemesin banget, tentang dua orang yg saling curi pandang di sebuah kafe, yg masing2 diceritain dari sudut pandang mereka.

- Celah di Hati (by @allewunder)
habis endingnya bagus sih, ga desperate.

- When My Heart Missing You (by @anggitaryeowook)
Meskipun latarnya Korea (gw ga suka cerita2 Korea dengan nama2 Koreanya sebagai cerita lokal, soalnya kebanyakan fanfic gitu), tapi untunglah yg ini ceritanya cukup oke. Dikisahin dari awal gimana pasangan itu bertemu, hingga punya anak, dan ketika suaminya tiada.

Anyway, ada beberapa kekurangan yg gw temukan sepanjang membaca buku ini. Pertama adalah kesalahan penulisan, baik typo, atau penulisan partikel yg kurang tepat. (Mirip dian gitu deh, cuma kan dia errornya di level blog, dan waktu itu udah diajarin kan, jadi sekarang udah ga salah2 lagi.) Mestinya kalo udah masuk buku, sempet diedit gitu ama admin2 di nulisbuku. Tapi karena mereka selfpublishing, ga ada yg berprofesi sebagai editor, dan kalopun ada juga kan ga dibayar ya, jadinya dimaklumi deh, meskipun ga nyaman bacanya.

Lainnya adalah isi cerita yg kebanyakan galau, ya ampun emang 60% kali ya isinya cerita orang yg abis putus trus susah move-on. Ga suka yg galau-galau.

coffee shop goes mainstream

Ehem. Jadi ada berita seputar buku The Coffee Shop Chronicles. Buku yang pesenannya bahkan belom gw terima. Sekarang malah dikasihtau oleh mbak adit kalo ada penerbit mainstream yang mau nerbitin. Ga tau juga sih ini major ato bukan (dalam arti, terkenal banget ga sih). Tapi disebutin kalo akan dicetak 3000 eksemplar untuk cetakan pertama. Dan tiap kontributor akan dikasih bukunya satu-satu.

Efeknya adalah, selain mau diedit ulang, ada beberapa penyesuaian kecil, termasuk judul tiap chapter yang banyak diubah (bagian gw engga sih), judul bukunya pun terancam untuk diganti. Yaah, padahal The Coffee Shop Chronicles kan udah bagus, masa ini dari penerbitnya mau diganti jadi semacam 'Coffee Lovers'? Ga cocok. Karena itulah dari kemaren dirembuk lagi mau judul alternatifnya apa, yg ckup mewakili, untuk mendampingi judul asli yang juga tetap akan diperjuangkan.

Anyway,  yang juga sempet bikin panik para kontributor adalah, setiap orang diminta untuk memberikan biodata dan fotonya, buat dipajang di belakang buku, kayak yg biasa kita liat di buku-buku lain. Beberapa ada yg keberatan kalo mesti nampilin foto. Yg laennya yg punya foto bagus2 sih, ga ada komplen. Kalo gw sih masih tetep konsisten, no face, no name. Jadi kasih aja avatar yg di twitter itu. Lagian foto2 yg laen kesimpennya di DVD ato dimana gitu, dan di laptop yg lemot ini ga ada dvd romnya.

Dan kalo menurut gw sih, masalah foto dan biodata ini ga usah serius2 amat. Afterall, ada 21 penulis disini. Perhatian pembaca ga akan segitunya. Jadi, bikin biodatanya yg sesuka hati aja.

Jadi inilah foto dan biodata yg gw lampirkan, yg nanti bakal nongol di buku.


Agus Dwi R.

Dari SMP sudah hobi baca buku-buku Agatha Christie. Selain itu juga doyan dengan komik-komik mulai dari Detective Conan, sampai One Piece dan Naruto. Dulu rajin baca buku, tapi sekarang seringnya nonton film dan twitteran. Baru mulai giat nulis di akhir-akhir 2011, dan beberapa tulisannya sempat masuk ke beberapa antologi yang diterbitkan lewat nulisbuku.

Sekarang masih mencoba untuk konsisten dalam menulis, seringnya dalam bentuk flash fiction. Tulisan-tulisannya bisa dilihat di blognya di voilaminky.blogspot.com, dan bisa disapa lewat twitter di @minky_monster. Hobi lainnya adalah bersepeda, naik kereta commuter line, dan makan somay 2 porsi.

    

Sunday, April 08, 2012

Jurnal 8 April 2012

Minggu yg penuh libur. Tercatat gw cuma masuk senen dan jumat malem. Meskipun itu artinya gw punya banyak waktu buat nerusin baca buku What the Dead Know, eh ujung2nya baru selesai kebaca hari Jumatnya. Penyebabnya adalah gw sibuk ngecek twitter lewat hape, tiap satu chapter abis, dan chapternya pendek2 pula.

Anyway, FFHore gimana kabarnya ya? Gw ngerasa kalo adminnya jadi makin sibuk, dan ga sempet ngeshare link-linknya lagi, jadinya begitu disharepun jadi rada telat. Apa mungkin antusias peserta juga udah mulai pudar?

Anyway lagi, kemaren2 gw sempet bikin tes kecil. Jadi untuk FFHore dengan tema Selamat Ulang Tahun, Kamu, utk semua entry yg ada di link blog 15hari itu gw baca, dan gw komentarin satu-satu. Mau liat, dari semua itu, ada berapa sih yg bakal komen balik ke blog gw. Istilahnya quid pro quo gitu lah. Hasilnya? Hmm, ternyata banyak orang yg ga peduli dengan etika semacam ini. Yg komen balik cuma dikit ternyata kan.

Bukannya gila komen sih, toh ini juga bukan masalah yg penting2 banget, cuma kalo dikomentari gitu kan kitanya juga seneng karena karyanya diapresiasi orang, meskipun komennya cuma singkat ato basa-basi gitu. Yaudah sih, kalo emang pada ga mau saling membantu dengan ngasih komen, besok2 ga usah komen lagi lah ya, kunjungi ke blog orang2 yg komen ke kita aja kalo gitu.

Setelah tadinya males bikin tulisan untuk event #mencatatperempuan, dengan gemilangnya gw pake aja ituh posting yg Selamat Ulang Tahun, Kamu v2 yg isinya surat dari tante Mawar ke Amela, kan itu tentang perempuan juga kan, dalam hal ini Tante Mawar. Tinggal judulnya yg diganti jadi 'Mawar'. Ish, pas dibaca2 ternyata bagus juga ya :p

Saturday, April 07, 2012

What the Dead Know: [Book Review]

"Aku tidak mau menjadi orang aneh minggu ini yang disiarkan di setiap saluran berita di televisi."


Author: Laura Lippman
Penerbit: Edelweiss

Plot:

30 tahun yang lalu, tepatnya 29 Maret 1975, kakak beradik Bethany, Sunny dan Heather, menghilang ketika berada di mall di Baltimore. Mereka tidak pernah ditemukan lagi setelahnya. Peristiwa itu menyebabkan kehidupan orangtua mereka, yang saat itu tengah bermasalah karena ibunya berselingkuh, menjadi semakin berat. Saat ini, ayah mereka sudah meninggal, dan ibu mereka tinggal di Meksiko. Mereka sudah dianggap mati, hingga...

Seorang wanita terlibat dalam kecelakaan mobil, dan dalam keadaan panik, mengaku sebagai salah satu gadis Bethany. Pengakuan ini menguak kembali misteri hilangnya kakak beradik itu. Pihak kepolisian berusaha meminta keterangan dari wanita misterius itu, yang kemudian mengaku sebagai Heather. Meskipun pada awalnya  menolak untuk memberikan keterangan, sedikit demi sedikit Heather mulai bercerita tentang apa yang terjadi.

Mereka diculik oleh seorang polisi, kemudian dibawa ke rumahnya. Sunny langsung dibunuh seketika, sedangkan Heather ditahan, untuk dijadikan budak seks. Ketika akhirnya Heather dilepaskan belasan tahun kemudian, dia memilih untuk menggunakan identitas orang lain, identitas anak-anak yang sebenarnya sudah meninggal dalam kecelakaan atau sejenisnya. Dan dengan cara itulah Heather tetap bersembunyi, dibalik nama-nama orang lain yang digunakannya.

Polisi tidak langsung percaya begitu saja, karena mereka menemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan keterangan Heather. Mereka pun menyelidiki kembali kasus ini, memanggil detektif yang dulu menangani kasusnya, mencari alamat polisi yang dimaksud, dan sampai menyusul ibu Heather, Miriam, ke Meksiko untuk memberitahukan kemungkinan bahwa putrinya masih hidup.

Dan betul, Miriam sebagai ibu mereka-lah yang menentukan kebenaran cerita dari Heather. Kejutan besar pun terjadi, berikut penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi 30 tahun yang lalu, dan siapa sebenarnya wanita misterius itu, semuanya terungkap.

Komentar:

Wow. Gw selalu takjub dengan cerita-cerita detektif seperti ini, dimana di bab akhir, semua penjelasan akhirnya keluar, dan bukan penjelasan yang mengada-ada, tapi sesuai dengan beberapa info dan petunjuk yang muncul sekilas di sepanjang ceritanya.

Yang juga membuat ceritanya menarik adalah, penggunaan beberapa sudut pandang, yang masing-masing memiliki karakter sendiri, dan beberapa flashback yang menggambarkan waktu kejadian, dan perkembangan karakter si wanita misterius. Dari tiap-tiap sudut pandang itulah, sedikit demi sedikit potongan petunjuk dan informasi untuk menyusun kesimpulan di akhir cerita ini muncul.

Berbagai sudut pandang itu antara lain milik wanita misterius yg mengaku sebagai Heather Bethany; Kevin Infante, detektif yang menyelidiki kasus ini; Nancy Porter, rekannya; Kay Sullivan, pekerja sosial rumah sakit yang membantu Heather tinggal sementara; Chet Willoughby, pensiunan polisi yang dulu menangani kasus ini dan berteman dekat dengan Dave dan Miriam; Sunny kecil, Heather kecil, Dave Bethany, dan Miriam Bethany.

myRating: 4/5 stars.

Kesimpulan Kasus:

Di pertengahan cerita, gw dengan jitu menyimpulkan, bahwa wanita misterius yang mengaku Heather itu, bukanlah Heather, melainkan Sunny yang katanya dibunuh. Itu alasan kenapa dia bisa tahu hampir segalanya tentang Heather. Kalau dia bukan Heather, pastilah dia kakaknya, anak yg satu lagi.

Dan seperti itulah penjelasannya. Wanita itu memang Sunny, dan Heather-lah yang terbunuh. Semua ini bermula ketika Sunny, yang waktu itu masih berumur 15 tahun, jatuh cinta dengan Tony Dunham, anak muda yg menjadi supir bis sekolahnya. Dari sanalah rentetan peristiwa buruk ini terjadi.

*buku yang dibeli waktu pameran di Istora tahun lalu*

Monday, April 02, 2012

April Mop

"Oke, teman-teman, berikutnya ada salah satu rekan yang mau bicara tentang kesan pesannya selama bergabung di klub ini. Silahkan."

Pak ketua pun mempersilahkanku untuk naik.

"Ehm, halo, selamat malam semua. Aku cuma mau bilang, kalo aku bahagia sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk mengikuti klub ini sejak awal. Bergabung dengan orang-orang yang juga menyukai film memberiku banyak hal. Apalagi banyak diantara kita yang berbakat yang juga turut berperan dalam membuat filmnya sendiri. Dengan kegiatan nonton bareng yang rutin dilakukan tiap minggunya, membuat kebersamaan di antara kita semakin kuat. Sekarang bahkan aku bukan hanya menganggap kalian sebagai teman, tapi saudara. Keluarga. Apalagi sekarang kita sudah berhasil menghasilkan beberapa film independen sebagai hasil karya kita. Ke depannya, aku yakin kita akan bisa membuat lebih banyak film lagi, dan menjadi penyuplai film-film berkualitas yang dibutuhkan negara ini. Kita pasti bisa melakukannya. Menjadi pembuat film terbaik di negara ini, dan bahkan terbaik sedunia, melebihi kehebatan film-film Hollywood di sana. Dan semua ini tak lepas dari peran para ketua yang sudah bekerja keras dalam mendirikan klub ini dan mengatur kita semua. Thank you so much."

Aku memperhatikan reaksi mereka semua yang mendengarkanku bicara. Sebagian besar berseri-seri karena bersemangat, tapi ada juga yang tak terlalu gembira, mungkin tidak yakin dengan harapan-harapan yang kujabarkan tadi.

"Oh, I know. Too good to be true, huh? Kenyataannya adalah, semua kegiatan ini membuatku bosan dan muak. Aku benci kalian semua. Apanya yang keluarga? Hampir sebagian besar di antara kalian individualis. Maunya mendapat bantuan dari yang lain, tapi tidak mau melakukan hal yang sama ke anggota lainnya. Karena itulah, saat ini juga, lebih baik klub ini dibubarkan untuk selama-lamanya."

Reaksi mereka pun berubah. Kaget, mendengarkan monologku yang berapi-api. Kutunggu sekitar semenit, baru kulanjutkan.

"April Mop, teman-teman. Hahahaha!"

Mereka pun ikut tertawa, menyadari kalau ini hanyalah candaan, tidak serius. Kubiarkan mereka tertawa selama beberapa menit.

"Okay. Release the gas now."

Di seberang ruangan, seorang wanita, rekanku, mendengar isyaratku dengan baik. Dia menarik sebuah tuas di dinding. Gas pun menyembur dari sudut-sudut ruangan aula ini. Dalam sekejap gas itu memenuhi ruangan, dan orang-orang yang panik pun berusaha berhamburan menuju pintu keluar, yang terkunci dengan rapat. Mereka terjebak.

Satu persatu kupandangi ekspresi wajah mereka yang megap-megap karena menghirup gas beracun itu. Darah mulai mengalir keluar dari rongga mata dan hidung mereka. Lima menit kemudian, segala jeritan tak berdaya itu pun lenyap sudah. Mereka semua bergelimpangan di lantai yang penuh dengan darah.

Hanya aku dan rekanku yang tersisa.
"Is it okay? I thought they are friends." katanya.
Kupandangi mayat-mayat yang bertebaran di ruangan ini.

"They are not our friends." jawabku dengan dingin.

"They're subjects. Once we're done with them, we get rid of them."
Rekanku hanya mengangguk.
"Anyway, there's only 37 of them. It's supposed to be 40, including us."
Hmm? Dengan cepat aku memeriksa. Betul. Kurang satu orang.
"Well, it's his luck. Maybe he didn't come in the first place. Let's just leave."


Di balik lemari, satu orang anggota yang tersisa, meringkuk ketakutan. Dia sengaja bersembunyi di sana dan memakai kostum aneh, untuk mengagetkan yang lainnya, dalam rangka April Mop. Apa mau dikata, rencananya bukan hanya dikalahkan oleh rencana orang lain, tapi bahkan semua teman-temannya menjadi korban kegilaan orang ini.

Ketika didengarnya langkah-langkah kaki bergerak menjauh dan pintu yang tertutup kembali, dia pun menghela napas lega.

"Really? Do you really think I didn't notice?"

Pintu lemari terbuka dengan cepat, sebuah pistol menempel di kepalanya.
Dhuar!
Sebutir peluru pun menembus kepalanya.

Bodoh. Aku sudah tahu sejak awal kalau ada orang yang bersembunyi di lemari itu.

-END-

*oke, sekali-kali yg sadis dikit lah*

Selamat Ulang Tahun, Kamu v2

Aku masih ingat, waktu aku masih anak-anak, mungkin sekitar 7 tahun. Seorang paman datang ke rumah dan bermain denganku sampe sore. Sebelum dia pulang, dia memberiku sebuah payung berwarna ungu. Katanya biar aku tak kehujanan lagi kalau pulang sekolah.

Sepuluh tahun kemudian, aku bertemu lagi dengan paman itu. Waktu perayaan ulangtahunku yang ke-17, dia ikut datang, berdiri di samping ayah. Dia menanyakan kemana payung yang dulu dia berikan. Kujawab sudah hilang. Besoknya dia memberiku payung yang baru, dengan warna yang sama. Kali ini dia berpesan, "jangan diilangin lagi ya, soalnya ungu itu warna kesukaan ibumu"

Penasaran, aku bertanya pada Ibu (nenekmu). Tapi warna kesukaannya bukan ungu. Lalu kutanyakan pada ayah dan ibu, siapa paman itu. Akhirnya mereka pun bercerita. Orang itu adalah ayah kandungku.

Sewaktu mengandungku, ibu dan ayahku belum menikah, tapi mereka sangat mencintai satu sama lain. Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Ibu kandungku wafat setelah melahirkanku. Ayah, yang sangat mencintainya, tidak kuat untuk menerima cobaan yang begitu berat. Dia juga tak mampu mengurus aku yang baru lahir sendirian, dengan kenangan akan kepergian ibu.

Ayah pun datang pada kakekmu, yg merupakan teman dekatnya, untuk menitipkan aku padanya. Setelah itu dia pergi, meskipun setiap bulannya dia rutin mengirimkan uang untuk keperluanku. Aku pun dibesarkan di keluarga ini, sebagai adik dari ibumu.

Sejak kecil aku bukan orang yang terlalu ekspresif. Sewaktu mendengar penjelasan kakek-nenekmu tentang ayah kandungku, reaksiku datar-datar saja. Barulah sewaktu aku sendirian di kamar, aku menangis. Sejak itulah, aku ingin bertemu dengan ayahku. Ayah yang hanya dua kali kulihat sepanjang hidupku waktu itu.

Ternyata menemuinya tidaklah mudah. Dia tinggal di Inggris. Kutunggu bulan demi bulan, tahun demi tahun, tapi dia tidak pernah datang lagi menemuiku. Rupanya ulang tahunku yang ke 17 itu menjadi kali terakhir dia datang ke Indonesia. Padahal aku ingin sekali menemuinya, mengetahui lebih banyak tentangnya dan ibuku. Tapi aku tidak mau merepotkan kakek dan nenekmu dengan meminta uang pada mereka. Aku tidak mau mereka tahu kalau aku ingin menemui ayahku.

Aku pun berusaha untuk mendapatkan beasiswa agar bisa kuliah di Inggris sana, atau paling tidak, di negara terdekatnya seperti Perancis atau Jerman. Apa daya, kemampuanku yang pas-pasan tidak memungkinkanku lolos, dan aku pun hanya bisa kuliah di sini. Untuk menjadi pramugari pun, tinggiku kurang. Kuubah targetku. Setelah lulus, aku akan bekerja dengan giat dan mengumpulkan uang yang banyak, agar bisa pergi ke Inggris dan menemui ayah.

Keinginan itu pun tercapai dua tahun yang lalu. Aku mengundurkan diri dari perusahaanku, dan kemudian pergi ke Inggris, untuk tinggal di sana bersama ayahku. Butuh waktu untuk mencari dimana ayahku tinggal, lagipula aku tidak tahu apakah dia memiliki keluarga yang baru atau tidak.

Aku pun menemukannya, tinggal seorang diri di rumah peninggalan orangtuanya. Itulah saat paling membahagiakan dalam hidupku, bisa bersama dengan ayah yang kucari-cari sejak dulu. Tapi rupanya kebahagiaan ini tidak berlangsung lama. Ayahku terkena tumor ganas. Kira-kira setahun kemudian, dia wafat.

Hatiku serasa hancur. Separuh dari hidupku kuhabiskan dengan tujuan untuk bertemu dengan ayahku. Begitu tercapai, ternyata aku tidak diberi kesempatan yang cukup lama untuk menikmatinya. Aku pun kehilangan tujuan hidupku. Kucoba kembali ke Indonesia, untuk mencari hiburan dengan teman-temanku. Tidak berhasil. Beberapa kali aku kembali ke rumah ayah di Inggris, untuk mencari sisa-sisa kenangan tentangnya. Hal itu malah membuatku semakin sedih, sehingga aku pun memutuskan untuk berhenti ke sana, dan kembali ke rumahku di sini.

Beberapa hari setelah kepulanganku yang terakhir, aku hanya berdiam diri di rumah. Kurasa pada titik inilah aku sudah lelah dengan semua ini, dan ingin mengakhirinya saja. Setiap harinya aku hanya memandangi botol berisi pil tidur yang sudah kusiapkan jauh-jauh hari, bimbang menentukan kapan waktu yang tepat untuk menelan semuanya.

Kemudian kau datang, Amela. Melihatmu yang ceria, dan begitu hidup dengan energi remajamu, membuatku teringat akan diriku bertahun-tahun yang lalu. Sewaktu aku seumurmu. Iya, waktu ulang tahunku yang ke-17. Ayahku datang dan menyalamiku. "Selamat ulang tahun, Mawar" katanya sambil tersenyum. Andai saja waktu itu aku tahu kalau dia ayahku, aku pasti akan memeluknya dengan erat dan tak akan membiarkannya pergi.

Kemudian payung ungu itu. Warna kesukaan ibuku. Ayah bercerita tentang bagaimana dia pertama kali jatuh cinta dengan ibuku, sewaktu mereka berdua berbagi payung ungu yang dibawa ibuku. Ayahku tidak pernah membawa payung, dan suatu ketika hujan deras, ibuku menawarkan untuk memakainya bersama-sama.

Payung ungu itu. Ayahku memberikannya padaku dua kali. Yang pertama sudah hilang entah kemana. Tapi yang kedua, yang diberikannya setelah ulangtahunku itu, masih tersimpan dengan baik. Kubawa payung itu dan kutunjukkan padanya sewaktu aku menemuinya di Inggris sana. Dia pun menunjukkan payung ungu miliknya, sebagai tanda bahwa dia selalu mencintai dan mengenang ibuku.

Kemunculanmu bagaikan membawa cahaya bagiku, Amela. Kulihat lagi payung ungu itu. Semua pemiliknya tidak mengalami nasib yang beruntung. Ibuku, dan kemudian ayahku, mereka pergi. Tak lama lagi aku pun akan menyusul mereka, ingin berkumpul dengan mereka di sana. Aku tak ingin payung ungu, yang merupakan warna kesukaan ibuku, selalu dikaitkan dengan nasib malang pemakainya. Karena itulah, aku memberikannya padamu.

Aku percaya padamu, Amela. Kamu anak yang bersemangat dan ceria. Jadi, jagalah payung itu baik-baik, dan buatlah kenangan-kenangan menyenangkan bersamanya.

Maaf kalau aku meminta terlalu banyak.

~

Amela memandangi surat yang baru saja dibacanya. Surat dari Tante Mawar, yang ditujukan padanya. Dia mengubah posisinya yang bersandar di pohon rindang itu, dan berbaring di rerumputan sekitarnya. Dipandanginya langit yang mendung di atas sana. Sebentar lagi hujan. Dia menoleh ke arah pohon tadi, dimana payung ungu itu tersandar di sana.

Baiklah, Tante Mawar. Aku tidak akan mengecewakanmu.

-BERSAMBUNG-





*Baca juga edisi Amela sebelumnya:
1. Payung Ungu Amela
2. Semangkok Bakso Tahu *

Jurnal 1 April 2012

Nyatanya, gw masih tetep nulis FFHore. Lho halo, katanya mau berhenti nulis dulu? Ya iya sih, tapi hari minggu depannya, waktu ada tema tentang bakso tahu, dan berhubung gw suka makan somay, idenya langsung muncul, disambungin ama ceritanya Amela. Jadilah nulis aja. Akhirnya gw putusin, kalo misalnya bisa mikir dan nulisnya cepet, ya nulis aja. Tapi kalo lama dan mentok gitu, ya gausah nulis, nanti ngabis2in waktu.

Mana masalahnya diperparah dengan laptop gw yg sebagian tuts keyboardnya ga berfungsi. Jadilah sejak senen minggu lalu dikasih ke pihak kantor utk minta dibenerin. Tapi yaaa gitu, benerinnya nyantai2 gitu, alhasil seminggu masih belom beres. Jadi sementara gw kembali pake laptop yg kecil, yg Asus EEE PC itu, yg udah rada lemot dan masih XP, dan batrenya dah bocor abis, makanya mesti dicolok listrik terus2an. Kelebihannya adalah enteng, dan yang kedua audionya masya allah, top abis.

Anyway, sejak laptop yg kecil ini terlalu lemot untuk dipake nonton film, jadinya mesti cari kesibukan laen. Solusi terbaik: baca buku. Meski pada akhirnya baru selesai baca satu buku doang, The Enchanted Castle itu. Sekarang sih masih di awal2 baca buku What the Dead Knows, salah satu buku yg dibeli waktu pameran buku di Istora taun lalu.

Dan sempet nonton di bioskop juga! Mumpung libur 3 hari, ya sekalian aja nonton. Karena sudah berminat dengan The Raid dan The Hunger Games yang katanya bagus2, ya sekaligus aja nontonnya. Kali ini bukan di PIM, tapi di Botani Square Bogor, karena gw  pengen nyoba nonton di sana, siapa tau kan lebih cepet sampe sana daripada PIM. Ya, emang sih lebih cepet, meski rada pusing juga soalnya baru pertama kali ke sana. Terakhir kali gw ke Bogor itu waktu awal2 kuliah, dan itupun nyasar2. Mengenai film-filmnya, puas banget pokoknya. Dua-duanya keren :D

Mestinya nontonnya itu hari Selasa, tapi karena takut ada yg demo kenaikan BBM, jadinya Rabu aja. Itulah, minggu ini lagi rame-ramenya dengan aksi demo rusuh untuk memprotes kenaikan BBM premium dari 4500 ke 6000. Puncak rusuhnya itu terjadi di hari kamis (waktu gw jaga malem, dan liat di TV gimana suasanya yg kacau balau) dan jumat. Segala macem pendapat muncul, mulai dari yg pro sampe yg kontra. Ada satu yg menurut gw paling pas dibaca, yaitu artikelnya @pandji. Itu dibahas dari segi pro dan kontranya, dan setelah baca itu jadi nambah ilmu. Terlepas dari pro atau kontra kenaikan bbm, aksi rusuh mahasiswa tetep aja menurut kebanyakn orang (gw juga) itu salah.

Pada akhirnya, setelah sidang DPR yang penuh lobi2 bangke itu, diputuskan harga premium belum akan naik tanggal 1 april. Tapi nanti beberapa bulan lagi hampir pasti akan naik. Cuma ngulur waktu aja ini istilahnya. Yah sudahlah.

Trus hari Jumat gw beli BB aja gitu. Karena saldo baru keisi gaji, dipancing2 ama senior buat beli. Yaudahlah daripada tunda2, mending sekarang aja sekalian, toh bisa dapet yg murah. Tadinya emang agak sulit meyakinkan gw untuk beli BB, karena pertimbangannya adalah, buat apa? BBM gw mau chatting ama siapa coba? Mau twitter masih bisa lewat laptop ato sms. Akhirnya nemu satu alasan bagus: kamera. Pengen bisa moto dengan cepet, termasuk di tempat2 yg agak riskan untuk make kamera (di mall misalnya), dan diaplot dengan cepet, ga pake colok ke laptop dulu.

Lalu belanja buku untuk bulan ini juara banget deh, entah udah abis berapa buat beli buku yg di pameran istora, trus buku 15hari dan coffeshop, bukunya adit, dan terakhir, belanja lagi di Gramedia, mumpung diskon 25%, borong trilogi The Hunger Games :D