Author: Jia Effendie dll.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
232 Halaman
Gw masih inget taun lalu, sekitar bulan Mei kayaknya, waktu mbak Jia ngadain sayembara Singgah, yaitu bikin cerpen yang bertemakan stasiun, terminal, bandara, atau dermaga, untuk dijadikan kumpulan cerpen dan dibukukan. Namanya sayembara, tapi sebenarnya cuma dua yang dipilih untuk melengkapi tulisan2 dari para penulis yang sudah diajak oleh mbak Jia. Gw ga ikut, karena ga sempet nulisnya, dan karena sadar persaingannya berat, kalo adit aja ikut. Jadinya nulisnya terlambat, dan ga buat diikutkan ke Singgah, tapi Ruang-nya teguhpuja.
Sayembara selesai, dan setelahnya keliatan adem ayem aja. Ga ada berita kapan pastinya Singgah bakal terwujud jadi buku. Bahkan proyek Ruang telantar itu malah terbit duluan (lewat nulisbuku). Hingga akhirnya awal tahun ini muncul lagi, dengan promo besar-besaran dari mbak Jia. Dan yg nerbitin adalah GPU lho, wow. Satu persatu penulisnya kemudian ngadain kuis yg berhadiah bukunya. Gw sempet ikut di hampir semuanya sih, tapi ga pernah beruntung, hehehe.
Hingga kemudian acara launching bukunya di Kikonukiya, Senayan. Mbak Yuska, yg juga salah satu penulisnya, nawarin utk order buku, yg bakal ditandatanganin ama para penulis yg dateng ke launchingnya. Tadinya gw ga begitu minat beli sih, inget tumpukan buku yg belom kebaca dari taun lalu. Tapi entahlah, iming2 tandatangan penulis ini kayaknya sayang dilewatkan (sepertinya saya jadi ketularan dian), jadinya ikut mesen lah. Hari Senennya langsung dikirim setelah masalah transfer beres. Kemudian bukunya langsung dateng besoknya, dan bergabung dengan deretan buku lain yg belum dibaca.
Hingga akhirnya saya memutuskan utk memulai membaca buku2 ini, di waktu2 luang. Setelah menyelesaikan Hollow Bender-nya mamih, Singgah (sebagai salah satu buku terbaru yg saya punya) berikutnya. Oke, sudah kepanjangan intronya. Mari masuk ke bagian reviewnya.
==== REVIEW ====
Singgah berisi 13 cerita pendek yang berasal dari 11 penulis. Mbak Jia dan Mbak Anggun nulis 2 cerpen, sisanya 1. Di antara 13 cerpen ini, hanya satu yg berlatar terminal, tiga di stasiun, tiga di bandara, dan justru terbanyak berlatar dermaga, yaitu enam. Rata2 cerpen panjangnya 12-16 halaman, perkecualian cerpen benzbara yang hanya 8 halaman (terpendek) dan cerpen Putra yang 26 halaman, terpanjang.
1. Jantung (by Jia Effendie)
seorang perempuan yang terdampar di sebuah stasiun sepi, tanpa tujuan yang jelas. Dia bertemu dengan nenek tua menyeramkan (yg dalam bayangan gw mirip nenek lampir) yang bersedia memberinya makanan tapi meminta imbalan yang tak masuk akal. Antara janin yg dikandungnya, atau jantung yang dibawanya di dalam kotak. Rupanya perempuan ini mendatangi pacar yang menghamilinya, meminta tanggung jawab, ditolak, dan kemudian membunuh dan mengambil jantungnya.
Sadis dan surreal. Mistis, apalagi dengan kemunculan nenek hantu itu. Penuh kiasan, dan gw ga yakin kalo plotnya ini terjadi di dunia nyata. Kata-kata yg digunakan Mbak JIa di cerpen ini top, pake bahasa tingkat tinggi seperti halnya cerpen2 di Kompas otu.
2. Dermaga Semesta (by Taufan Gio)
seorang laki-laki bepergian dengan modal seadanya ke sebuah pulau, mengikuti jejak mantan kekasihnya yang sudah pernah kesana. Berbekal foto-foto dari sang mantan, dia menelusuri tempat-tempat di pulau itu, dan membangkitkan kenangan tentangnya, juga bertemu dengan seekor anjing putih yang meskipun singkat, sudah menjadi temannya. Merasakan kembali setiap momen yang terekam dalam setiap foto, misinya pun tuntas.
Tadinya gw ga tau mantannya ini kenapa, apakah putus doang ato wafat. Tapi barusan gw cek ulang deng, ternyata mantannya (bukan mantan berarti ya) sudah mati, dan rencana mereka utk ke pulau itu berdua tak terlaksana, makanya dia pergi sendiri ke sana dan mengingat2 kembali kenangan mereka. Cukup haru ya kalo dipikir2. Cerita ini sendiri katanya berdasar pengalaman Taufan yg pergi ke pulau bareng temen2nya dan ketemu Snowy, anjing putih yg dimaksud. Masalah mantan dan kenangannya sepertinya ditambahkan sebagai tema utama.
3. Menunggu Dini (by Alvin Agastia Zirtaf)
seorang laki-laki yang sedang menunggu jemputan di stasiun, bertemu dengan bapak tua yang juga sedang menunggu kekasihnya (?). Flashback, bapak itu pun bercerita tentang dia dan kekasihnya, yang kemudian menjadi istrinya, tentang perjalanan dan suka duka hidup mereka untuk bertahan hidup dengan segala kesulitan yang ada, hingga akhirnya dia setia menunggu istrinya kembali dari pekerjaannya di Jakarta. Padahal istrinya sudah tiada, dan bapak itu masih juga menunggunya.
Perjalanan hidup yang menyentuh dari bapak dan DIni, istrinya. Yang membuat gw heran, ini si cowok yg lagi nunggu jemputan, kepentingannya apa ya di cerita ini, kalo dia cuma dengerin cerita doang? Mending sejak awal bapak itu yang jadi tokoh utamanya.
4. Moksha (by Yuska Vonita)
seorang perempuan keturunan India, yang beralih profesi menjadi model, jatuh cinta dengan fotografernya. Hubungan yang tak disetujui keluarganya yang sudah menjodohkannya dengan pria lain, yg juga keturunan India. Dilema, dia pergi ke India untuk mencari pencerahan, meditasi selama lebih dari dua minggu dan merasakan 'surga' dan 'neraka'. Pada akhirnya, cintalah yang dipilihnya.
Cerita yang kental dengan pembahasan berbagai istilah dalam budaya India, yg berujung pada Moksha, kebebasan dari segala beban pikiran, menjadi judul. Mbak Yuska juara banget dalam risetnya. Dan kayaknya pemerhati India (dan Bollywood?) banget. Ngingetin akan ceritanya di The Coffee Shop Chronicles yg ada unsur India juga.
5. Kemenangan Apuk (by Bernard Batubara)
Apuk, seorang anak laki2 Kapuas, yang selalu diejek teman-temannya karena dia tidak bisa berenang, memutuskan untuk meladeni tantangan mereka. Apuk ingin membuktikan diri pada mereka, juga pada kedua orangtuanya yang sudah tiada, Apuk tidak ingin diremehkan.
Dan kita tahu hasilnya seperti apa, Apuk pun meninggal karena tenggelam. Ironisnya, justru kematiannya itu yang memberinya kemenangan, karena teman-temannya sudah tidak berani mengejeknya lagi.
Terlalu singkat. Apalagi ceritanya langsung skip, tidak mendeskripsikan Apuk yang sedang berusaha berenang, dan loncat ke epilog dimana dia sudah tiada. Padahal bagian itu bisa dibahas dan menambah durasi cerita.
6. Langit di Atas Hujan (by Dian Harigelita)
Kinan, seorang wanita karier, berkenalan dengan Angga lewat dunia maya, dan kemudian menjalin semacam affair. Akrab, lalu lost contact, hingga mereka bertemu ketika Kinan pergi ke Jogja untuk urusan bisnis. Dalam 2-3 hari yang singkat itu, mereka menghabiskan waktu bersama. Perbedaan prinsip di antara mereka lah yang membuat Kinan dari awal sadar kalau mereka tidak akan berakhir sebagai pasangan. Dia pun kembali dan menemui pacarnya yang lebih konservatif.
Saya suka sekali dengan cerita uni Dian ini. Selain bahasa yang enak dan mengalir (tanpa macem2 gaya), tema2 tentang pertemuan seperti ini emang gw suka. Entah, karena ceritanya mirip2 dengan pengalaman nyata barangkali. Dan karakter Angga yang bebas tanpa ikatan, beban segala macem itu, sesuai banget dengan gw. Ah entahlah, sentimental jadinya.
7. Semanis Gendhis (by Anggun Prameswari)
Sukro, seorang pemuda yang jatuh cinta pada Mbak Gendhis, pemilik warung kopi di terminal dimana mereka tinggal. Tapi ini bukan tentang mereka, melainkan tentang Mas Broto, suami Mbak Gendhis, sebagai pemimpin dari para sopir angkot, pedagang asongan, semua yang mencari nafkah di terminal, ketika mereka dihadapkan dengan orang2 dari developer mall yang akan menggusur terminal dan meminta mereka pindah. Mas Broto melawan, dan pihak mall yang mundur kemudian mengeluarkan cara liciknya. Kebakaran, dan Mas Broto mati, meninggalkan Mbak Gendhis yang berduka dan memutuskan kembali ke kampung, dan Sukro yang tak mampu berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Cerpen terbaik di buku ini. Buat gw, karena tema yang diangkatnya. Realita kehidupan orang-orang kecil di terminal, berhadapan dengan 'kekuatan luar' yang tak bisa mereka cegah. Cerpen2 dengan tema seperti ini mesti diperbanyak.
8. Rumah untuk Pulang (by Anggun Prameswari)
Arum, seorang istri yang kabur dari rumahnya dan terdampar di sebuah stasiun, again, tak jelas arah tujuannya. Arum capek dengan kehidupannya di rumah, dengan perannya sebagai istri dan ibu, dan ingin menemukan rumah dimana kebebasannya berada. Suaminya kemudian menjemputnya dan membawanya pulang.
Sebuah gambaran kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, dimana istri merasa jenuh. Di cerita ini, gw sedikit bingung, apakah istrinya ini berhalusinasi ato mungkin overthinking dan jadinya stres, karena di epilog digambarkan suami dan mertuanya tidak seburuk yang dia kira.
9. Memancing Bintang (by Aditia Yudis)
Grace yang menyukai bintang, dan Nic (Nicolas, Nico?) yang suka memancing, keduanya sudah bersahabat sejak lama, sering menghabiskan waktu untuk memancing bersama di dermaga. Untuk mengejar impian dan hal yang disukainya, Grace pergi (kuliah) dan mereka terpisah. Setiap kali Grace pulang, mereka kembali bertemu dan memancing bersama di tempat yang sama. Hingga akhirnya, setelah berkali-kali mendapat penolakan, usaha Nic untuk melamar Grace akhirnya diterima.
Pokoknya gw suka cerita yg ini, sweet banget, dan karakternya ga nyebelin ato terlalu cool.
10. Para Hantu & Jejak-jejak di Atas Pasir (by Adellia Rosa)
Sepasang gadis kembar, sewaktu bayi mereka terdampar di tengah lautan dan ditemukan seorang nelayan yang membawa pulang dan mengasuh mereka seperti seorang ayah. Suatu ketika, si ayah ini tenggelam sewaktu melaut. Roessa, si kembar yang satu, tak bisa menerima hal ini dan pikirannya terganggu, sedangkan Rosetta karena tak tahan dengan kegilaan saudarinya, pergi. Bertahun-tahun kemudian, dia kembali untuk menyadarkan Roessa.
Cerita yg ini bikin gw mikir keras, maksudnya apaaaa gitu. Apa karena penyampaiannya yg pake bagian-bagian gitu. Dan gw ga menangkap apa penyebab Roessa gila, soalnya ayah angkat yg tak kembali itu kurang terasa kuat untuk jadi alasannya.
11. Koper (by Putra Perdana)
Seorang pria sibuk berlari dan bersembunyi dari kejaran para petugas di sebuah bandara, karena kopernya tertukar. Selagi berusaha menemukan koper miliknya, dia mengingat kembali wanita cantik misterius yang kemungkinan besar menyebabkan permasalahan ini. Dan ternyata semua itu adalah imajinasinya yang sedang berada di atas pesawat.
Setelah gw pikir lagi, cerita ini nyebelin. Kenapa? Karena udah ngabisin 25 halaman, paling panjang, hampir 2 kali dari cerpen2 lainnya. Alurnya cuma muter2 di situ saja, dan si karakternya terlalu banyak memikirkan hal-hal yang akhirnya dituliskan di cerpen. Dan yang lebih menyebalkan adalah, ternyata ini cuma mimpi sewaktu dia tertidur di pesawat. Yaelah bro, udah panjang2 ga taunya mimpi. Serasa ga adil ama cerpen2 lain yg panjangnya hanya belasan halaman.
12. Persinggahan Janin di Pelabuhan Cerita (by Artasya Sudirman)
Venus, seorang wanita yang baru ditinggal ayahnya tiada, bepergian ke Eropa seorang diri, untuk mengenang kembali ayahnya yang pernah menghabiskan waktu di sana. Dari Yunani, ke Jerman, lalu Italia. Setelah berulangkali mengacuhkan ibunya yg sudah berpisah dengan ayahnya, dia pun membuka hatinya kembali.
Agak bingung dengan tema yang mau diangkat, soalnya porsi traveling log (catatan perjalanan yang biasa ditulis para traveler) lebih mendominasi dengan detail-detail perjalanannya. Porsi tentang hubungan Venus dengan ibunya sedikit, dan terkesan hanya sebagai tambahan. Gw belom pernah baca buku2 traveling secara utuh, tapi kayaknya cerpen ini masuk ke kategori itu.
13. Pertemuan di Dermaga (by Jia Effendie)
Hilya, seorang perempuan yang baru patah hati, traveling seorang diri (yg seharusnya bersama pacarnya, yg sudah mantan) dan malah bertemu dengan orang lain. Lalu mereka saling suka, sempat pacaran, dan kemudian pisah lagi. Kemudian mereka bertemu lagi, dalam sebuah pertemuan 'awkward' dimana masing2 sungkan untuk mengungkapkan isi hati mereka.
Yah, saya bisa merasakan banget awkward-nya pertemuan seperti itu. Cerita yg menusuk dalem. Tapi terkesan singkat. Cewek yg baru patah hati lalu ketemu orang baru dan lalu dengan cepat udah putus. Mungkin bagian awal dimana dia baru putus ga perlu dibahas, karena dalam cerita ini berarti dia udah putus dua kali. Little bit too much. Bagian dimana mereka menjalin hubungan perlu dipanjangin lagi, jadi ga kaget tiba2 udah putus aja.
Overall, cerita yang disajikan bagus-bagus, beberapa bagus banget bahkan. Masing-masing penulis punya gayanya sendiri. Yang terbaik menurut gw itu yg 'Semanis Gendhis' nya mbak Anggun, sedangkan favorit gw itu 'Langit di Atas Hujan' nya uni harigelita dan 'Memancing Bintang' nya adit.
Meski begitu, isinya ga seperti yg gw kira. Ternyata kebanyakan ceritanya tidak benar2 berlatar lokasi-lokasi persinggahan yang dimaksud, melainkan hanya menjadi bagian pendukung cerita.
My rating: 4/5.