Hmm, big fight dengan mantan. I have been thinking a lot, and yes, this is actually my mistake. Persoalan utama buat gw adalah, kelakuannya yang sering twit nomention yang, yah buat gw terasa seperti nyindir. Dia dengan cara dia berkicau. Dan gw yang serius, gampang tersinggung.
Padahal ini salah gw. Sewaktu dulu mengusulkan tentang putus, gw bilang seperti ini, bahwa apapun yang terjadi, bagaimanapun perasaan kita pada akhir masa pacaran kita, kita akan tetap putus.
Ada penyebab kita putus, dan ada penyebab kenapa gw ga bisa batalin keputusan itu untuk lanjut. Penyebab putusnya adalah, karena gw dengan semena-mena menetapkan berapa lama kita pacaran. Iya, gw jahat. Gw bener2 minta maaf karena ga menyangka dia bakal terguncang karenanya. I have my own reasons, alasan yang lebih dalam dari yang sekedar gw kasihtau ke dia. Alasan yang ga bisa gw ceritakan ke siapapun. Masalah filosofi. Adapun penyebab kenapa gw tetap setia dengan keputusan itu, karena situasi di antara kita yang ga mendukung.
Waktu temu yang sedikit. Yang menyebabkan sebagian besar hubungan kita berlangsung lewat sms, telpon, dan dunia maya. Another problem. Gw orangnya serius, ga bisa berpura2 sedih senang di dunia maya, dan terlalu jujur. Sementara dia sering bercanda dengan yg lain, yg menurut gw berlebihan. Kebiasaan yang sudah jadi ciri khasnya dari dulu, dan yg gw keberatan dengan itu. Biarpun gw coba ngertiin, diemin, tapi tetep aja ujung2nya gw ga bisa menerima ini terlalu lama. Mungkin dia dulu suka gw karena sifat gw yang serius ini, tapi apa boleh buat ya, justru itu yang bikin kita ga bisa awet. Hmmm. Selain itu, yang namanya dunia maya, rentan menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang mestinya bisa diatasi dengan ketemu langsung, yang sayangnya ga sering kita dapat karena keterbatasan waktu.
Bukan berarti semua ini sia-sia. Jauh, jauh dari sia-sia, karena selama rentang waktu itu hal-hal menyenangkan terjadi. We have fun, while it last. Sesuai dengan apa yang gw lakukan selama ini, collecting memories. Dari dulu sampai sekarang. Kemudian kita pisah.
Dan sekali lagi, ini salah gw.
Dengan naif berharap bahwa setelah putus, situasinya bisa kembali normal, seperti temen biasa. Salah. Hal seperti itu emang bisa, tapi butuh waktu. Dan gw dengan bodohnya mengabaikan itu.
Sewaktu gw mulai terganggu dengan twit2 nomentionnya, harusnya gw ambil langkah yang perlu, abaikan, atau unfollow (dan ga curi2 liat twitnya), sehingga ga perlu kontak dulu dengan dia. Karena masa-masa setelah putus bisa mengubah kita dan menunjukkan sifat terburuk kita. Lebih jauh lagi, bisa merusak kenangan yang sudah gw kumpulkan selama ini tentang dia.
Gw pernah patah hati dengan teman baik gw sewaktu kuliah, dan sekarang kita udah baik2 aja. Sewaktu ketemu lagi udah nyaman lagi. Apa kuncinya? Bertahun-tahun ga ketemu dan ga kontak. Well, mungkin ga perlu selama itu. Intinya, butuh waktu untuk menjaga jarak sampai bisa meredakan emosi dan apapun itu yang bikin ga nyaman.
Well, waktu itu belum ada dunia maya bernama twitter. Agak sulit untuk ga menemukannya di ranah twitter. Jadi selain menjaga jarak, gw juga harus melatih lagi pengendalian diri untuk mengabaikan apapun tentang dia. Ayolah, dengan orang sebelumnya yang lebih sulit aja bisa, kenapa ini enggak.
As for the memories, I will reset it, to the last good moments between us, ke surat di hari Valentine itu. Karena menurut gw, itulah kenangan terbaik yang bisa gw ingat. Everything after that, doesnt count.
Mungkin cara move on tiap orang beda-beda. Cara move on dia, mau seperti itu, harusnya itu bukan urusan gw, dan gw ga berhak untuk protes atau ikut campur. Sedangkan move on versi gw adalah ini, mengingat hal-hal menyenangkannya saja. Ga perlu terburu2 mencari orang baru, atau melupakan, atau membenci. Buat hati merasa senang dengan kenangan-kenangan itu, ga perlu dibikin sulit.
Dan mungkin cara belajar yang ga dianjurkan, setelah membuat kesalahan-kesalahan dan banyak berantem, baru bisa memperbaiki diri dan berpikir jernih dan melakukan hal yang benar. Tapi tidak ada kata terlambat untuk itu, daripada tidak sama sekali.
And happy birthday yah, maaf kalo ternyata gw keliru nginget tanggal lahir. Sepertinya dia pernah ngasihtau kalo tanggalnya beda dengan yg di buku, tapi gw kayaknya lupa.
Padahal ini salah gw. Sewaktu dulu mengusulkan tentang putus, gw bilang seperti ini, bahwa apapun yang terjadi, bagaimanapun perasaan kita pada akhir masa pacaran kita, kita akan tetap putus.
Ada penyebab kita putus, dan ada penyebab kenapa gw ga bisa batalin keputusan itu untuk lanjut. Penyebab putusnya adalah, karena gw dengan semena-mena menetapkan berapa lama kita pacaran. Iya, gw jahat. Gw bener2 minta maaf karena ga menyangka dia bakal terguncang karenanya. I have my own reasons, alasan yang lebih dalam dari yang sekedar gw kasihtau ke dia. Alasan yang ga bisa gw ceritakan ke siapapun. Masalah filosofi. Adapun penyebab kenapa gw tetap setia dengan keputusan itu, karena situasi di antara kita yang ga mendukung.
Waktu temu yang sedikit. Yang menyebabkan sebagian besar hubungan kita berlangsung lewat sms, telpon, dan dunia maya. Another problem. Gw orangnya serius, ga bisa berpura2 sedih senang di dunia maya, dan terlalu jujur. Sementara dia sering bercanda dengan yg lain, yg menurut gw berlebihan. Kebiasaan yang sudah jadi ciri khasnya dari dulu, dan yg gw keberatan dengan itu. Biarpun gw coba ngertiin, diemin, tapi tetep aja ujung2nya gw ga bisa menerima ini terlalu lama. Mungkin dia dulu suka gw karena sifat gw yang serius ini, tapi apa boleh buat ya, justru itu yang bikin kita ga bisa awet. Hmmm. Selain itu, yang namanya dunia maya, rentan menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang mestinya bisa diatasi dengan ketemu langsung, yang sayangnya ga sering kita dapat karena keterbatasan waktu.
Bukan berarti semua ini sia-sia. Jauh, jauh dari sia-sia, karena selama rentang waktu itu hal-hal menyenangkan terjadi. We have fun, while it last. Sesuai dengan apa yang gw lakukan selama ini, collecting memories. Dari dulu sampai sekarang. Kemudian kita pisah.
Dan sekali lagi, ini salah gw.
Dengan naif berharap bahwa setelah putus, situasinya bisa kembali normal, seperti temen biasa. Salah. Hal seperti itu emang bisa, tapi butuh waktu. Dan gw dengan bodohnya mengabaikan itu.
Sewaktu gw mulai terganggu dengan twit2 nomentionnya, harusnya gw ambil langkah yang perlu, abaikan, atau unfollow (dan ga curi2 liat twitnya), sehingga ga perlu kontak dulu dengan dia. Karena masa-masa setelah putus bisa mengubah kita dan menunjukkan sifat terburuk kita. Lebih jauh lagi, bisa merusak kenangan yang sudah gw kumpulkan selama ini tentang dia.
Gw pernah patah hati dengan teman baik gw sewaktu kuliah, dan sekarang kita udah baik2 aja. Sewaktu ketemu lagi udah nyaman lagi. Apa kuncinya? Bertahun-tahun ga ketemu dan ga kontak. Well, mungkin ga perlu selama itu. Intinya, butuh waktu untuk menjaga jarak sampai bisa meredakan emosi dan apapun itu yang bikin ga nyaman.
Well, waktu itu belum ada dunia maya bernama twitter. Agak sulit untuk ga menemukannya di ranah twitter. Jadi selain menjaga jarak, gw juga harus melatih lagi pengendalian diri untuk mengabaikan apapun tentang dia. Ayolah, dengan orang sebelumnya yang lebih sulit aja bisa, kenapa ini enggak.
As for the memories, I will reset it, to the last good moments between us, ke surat di hari Valentine itu. Karena menurut gw, itulah kenangan terbaik yang bisa gw ingat. Everything after that, doesnt count.
Mungkin cara move on tiap orang beda-beda. Cara move on dia, mau seperti itu, harusnya itu bukan urusan gw, dan gw ga berhak untuk protes atau ikut campur. Sedangkan move on versi gw adalah ini, mengingat hal-hal menyenangkannya saja. Ga perlu terburu2 mencari orang baru, atau melupakan, atau membenci. Buat hati merasa senang dengan kenangan-kenangan itu, ga perlu dibikin sulit.
Dan mungkin cara belajar yang ga dianjurkan, setelah membuat kesalahan-kesalahan dan banyak berantem, baru bisa memperbaiki diri dan berpikir jernih dan melakukan hal yang benar. Tapi tidak ada kata terlambat untuk itu, daripada tidak sama sekali.
And happy birthday yah, maaf kalo ternyata gw keliru nginget tanggal lahir. Sepertinya dia pernah ngasihtau kalo tanggalnya beda dengan yg di buku, tapi gw kayaknya lupa.
No comments:
Post a Comment