Featured Post

[Review] Game of Thrones (season 6)

Setelah setahun, GoT kembali di season 6. Sebenarnya gw juga ga begitu nunggu2 sih, karena lagi asik ngikutin serial yg lain (The Flash...

Tuesday, December 09, 2014

[Opini] Pencabutan Kurikulum 2013

Beberapa hari yg lalu, ada kabar baik dari Menteri Pendidikan kita yg baru, Anies Baswedan. Bahwa kurikulum 2013 akan dicabut, kecuali untuk sekolah2 yg sudah melaksanakan selama satu tahun lebih, yg akan jadi contoh. Sementara sisanya akan kembali menggunakan kurikulum 2006.

Gw ga tau detilnya kurikulum 2013 ini seperti apa, ato yg 2006 juga seperti apa, tapi disebutkan kalo kurikulum baru ini membuat kerjaan guru makin banyak, dan imbasnya jam belajar murid di sekolah bertambah. Dan, masalah utamanya adalah, kurikulum 2013 ini langsung diterapkan tanpa pertimbangan dulu, makanya terkesan buru2, sementara guru2 dan sekolah belum siap.

berita di sini: http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/05/328266/mendikbud-anies-baswedan-putuskan-hentikan-kurikulum-2013

Gw belom tau apakah penghentian kurikulum baru ini pengaruh juga ke masalah UN juga ato engga, mengingat dari taun lalu, banyak diberitakan kalo murid2 stress karena tekanan mesti lulus UN dengan standar nilai yg cukup tinggi. Mudah2an ini juga ditindaklanjuti ya.

Nah, di saat mayoritas kita mengamini keputusan ini, masih ada yg ga setuju. M Nuh, menteri pendidikan sebelumnya, tentunya, pengennya kurikulum buatan dia tetap dilanjutkan. Ga usah dihiraukan, karena pak mantan mentri ini kerjanya ga bagus, anak2 tambah stres gara2 kebijakan dia.

Lalu ada juga opini2 yg ga setuju, beranggapan kalo anak2 di sini manja, masa dengan jam belajar segitu ngeluh. Ditambahkan dengan opini lain, negara lain teknologinya udah maju, masa kita masih ngeluh sama jam belajar? Nah, yg inilah yg mau gw bahas.

Sebetulnya jumlah jam belajar di sekolah ga bisa dijadikan acuan kalo tingkat pendidikannya maju ato engga. Waktu itu gw juga sempet browsing2, jam belajar di negara2 lain tuh berapa lama sih? Kalo SMA di Indonesia kan dari jam 7 sampe jam 4 sore. Negara2 lain mungkin cuma sampe siang. Ada sih yg lebih, tapi itu Cina, yg emang strict banget. Jumlah jam belajar yg sedikit bisa efektif, kalo memang digunakan untuk pelajaran2 yg sesuai. Sementara di kita, dijejali sama semua pelajaran. Materi terlalu banyak, dan dituntut dapet nilai bagus. Berat lah.

Trus masalah ketinggalan teknologi. Iya memang negara kita emang ketinggalan, tapi apa lantas tanggung jawab mengejar ketinggalan itu ditimpakan ke anak2 sekolah secara pukul rata gitu? Ya ga bagus lah, kasian. Di antara murid2 di sekolah, ga semuanya akan berminat dengan pengembangan teknologi, hanya sebagian saja. Masa yg lainnya mesti dibebankan juga padahal mereka ga mau? Kecuali kalo negara ini seperti salah satu distrik di dunia The Hunger Games, dimana tugas utamanya menangani satu bidang tertentu (teknologi). Kalo begitu nanti semua orang aja ngurusin teknologi, ga ada yg ngurusin bidang lain jadinya, kayak dokter, polisi, guru, dsb.

Sistem pendidikan yg saya harapkan
Tujuannya diluruskan dulu, untuk memberikan pengetahuan dasar dan lanjut (tapi tidak mendalam) tentang ilmu-ilmu dasar. Dan tidak ada sistem kelulusan dengan batas nilai tertentu. Kalo sudah sekolah 3 tahun, ya luluskan lah, jangan dihalangi. Masalah dia nanti diterima kuliah ato engga, dia sendiri yg harus berusaha memenuhi standar jurusan yg dia minati. Di sekolah juga, murid diarahkan untuk menentukan minat dan bakatnya, biar tau nanti mau lanjut kuliah di jurusan apa, atau mungkin lanjut ke bidang lain di luar jalur pendidikan formal. Berikan mereka kebebasan untuk menentukan masa depannya, jangan dipersempit dengan pilihan2 tertentu. Ga semua orang harus jadi dokter atau insinyur. Dunia socmed sudah menunjukkan pada kita bahwa banyak yg berhasil di bidang2 lain, yg bikin komik, bikin film, penyanyi, advertising, dan bidang2 industri kreatif lain. Biarkan masalah ketinggalan teknologi kita serahkan pada anak-anak yang memang berminat dengan bidang itu, sehingga mereka pun bisa mengerahkan kemampuannya dengan maksimal. Mengenai pengetahuan yang lebih mendalam, itu sebaiknya diletakkan di level perguruan tinggi, dimana pesertanya memang mereka yg sudah menentukan pilihan. Jadi, kalo mau dikasih jam belajar ato materi yg berat pun ga papa, karena memang itu pilihan mereka. Sekolah hanya memberikan materi dasar dan lanjut, tapi bisa juga ngasih fasilitas atau wadah yg lebih untuk murid2 yg berminat, misalnya bikin unit/klub sains. Jadi, begitu masuk kuliah, bekalnya udah lumayan. Tapi sekali lagi, sifatnya ga wajib, melainkan sebagai ekstrakurikuler.

Tentunya mesti diikuti juga dengan perbaikan kualitas sarana pendidikan, ya fasilitas, dan tenaga pengajar. Kesejahteraan guru supaya ditingkatkan, biar mereka kerjanya juga lebih nyaman, dan bisa lebih fokus ngajar.

Tentang pelajaran agama, yg kadang menjadi permasalahan. Jangan dijadikan pelajaran wajib yg dijadikan standar kelulusan, soalnya untuk yg agama bukan mayoritas, repot ngurus nilainya. Sekolah memfasilitasi pelajaran agama, tapi jangan dipaksakan.

Intinya, sekolah jangan bikin murid tertekan, tapi buat mereka supaya ingin belajar, bukan untuk mengejar nilai, tapi karena ingin tahu dan ingin bisa.

-OoO-

kepikiran sama adek2 idol, yg sekolahnya sering bolos. Mau nasehatin supaya sekolahnya yg rajin, tapi kalo emang impian mereka di bidang lain, ya biarkan mereka mengejar impiannya di bidang lain itu.

No comments:

Post a Comment