Tengah malam. Kobaran api. Sebuah cottage terpencil di pinggir danau. Alunan simfoni Beethoven no. 7 yang mendayu-dayu. Dan seorang manusia. Aku.
Duduk dengan santai di meja makan, menikmati segelas sampagne sembari mendengarkan nada-nada menyayat hati, seolah tidak mempedulikan keadaan rumah yang sedang dilahap api.
Tidak ada siapapun di sekitar rumah ini. Tidak akan ada yang berusaha menolong dalam waktu dekat. Tidak perlu terburu-buru.
Awalnya aku sempat berpikir untuk menggunakan kebocoran gas, tapi aku tidak yakin seberapa cepat ledakannya akan menelanku, jadi pada akhirnya kuputuskan untuk menggunakan cara tradisional. Gasoline. Hanya di permukaan luar, sehingga memberiku waktu yang cukup untuk menikmati momen ini.
Ketika gelasku mulai kosong, kuisi lagi dari botol sampagne yang terletak di meja, di samping segelas lain yang juga terisi minuman yang sama.
I am expecting a guest.
Api mulai menjalar ke dalam ruangan, melahap dinding dan segala sesuatu. Aku masih menunggu dengan sabar. Kalau perkiraanku tepat, dia pasti akan datang sebentar lagi.
Api makin membesar, panasnya sudah tak tertahankan lagi. Aku tetap tak beranjak dari kursiku. Toh tidak ada pengaruhnya. Kalaupun ingin melarikan diri, sudah tidak sempat.
Kemudian dia datang. Dalam wujud manusia, dengan wajah sama seperti yang pernah kutemui bertahun-tahun silam.
"Hello. I've been waiting for you."
Bosan. Seperti itulah kira-kira ekspresi wajahnya.
"Drink?" Kucoba menawarinya minuman yang ada di atas meja. Dia tidak menanggapi.
"Why are you doing this again? I hate wasting my time to save impatient man like you."
"I'm not asking you to save me."
Perlahan aku mengambil pistol yang berada di atas meja, dan mengarahkannya ke kepala tamuku itu.
"I want to kill you."
Bersamaan dengan bunyi pistol yang meledak, sebutir peluru melesat menembus kepalanya.
--
Seolah ada benteng tak terlihat, kobaran api hanya berkumpul mengelilingi kami, tanpa bisa merangsek masuk. Peluru tadi menembus kepalanya, tanpa menimbulkan bekas apa-apa.
"What makes you think you can kill me?"
Kuturunkan lagi pistolku.
"We've met before, so I know a little about you."
"Really? Like what?"
"I know that you're tired, and you're bored. Having this job for a long long time."
Malaikat Maut. Dia menyeringai padaku.
"And what happen after you kill me?"
"I will take your job, and hopefully, do it better than you."
"This is a curse, you know that."
"Not always a curse. Besides, we can always hope there's a crazy person like me as a replacement."
Seringainya semakin lebar. Dia tertawa. Betapa mengerikannya tawa si pencabut nyawa. Kemudian setelah selesai, dia memandangiku.
"Do it."
Sekali lagi, kuarahkan pistolku ke kepalanya, dan kutarik pelatuknya.
Setelahnya, api dengan cepat melahap semuanya.
Pada pagi harinya, rumah ini akan ditemukan dalam keadaan hangus, dan sesosok mayat akan ditemukan di dapur. Mayat yang kelak akan dikenali identitasnya, yaitu aku.
Sementara aku melayang di atas reruntuhannya, menyaksikannya untuk terakhir kali, sebelum melesat pergi.
Ada banyak nyawa manusia yang mesti kuambil.
-end-
"MENANTANG MAUT. Saat teracung pistolku ke arah kepala malaikat pencabut nyawa" - rayfarahsoraya
Duduk dengan santai di meja makan, menikmati segelas sampagne sembari mendengarkan nada-nada menyayat hati, seolah tidak mempedulikan keadaan rumah yang sedang dilahap api.
Tidak ada siapapun di sekitar rumah ini. Tidak akan ada yang berusaha menolong dalam waktu dekat. Tidak perlu terburu-buru.
Awalnya aku sempat berpikir untuk menggunakan kebocoran gas, tapi aku tidak yakin seberapa cepat ledakannya akan menelanku, jadi pada akhirnya kuputuskan untuk menggunakan cara tradisional. Gasoline. Hanya di permukaan luar, sehingga memberiku waktu yang cukup untuk menikmati momen ini.
Ketika gelasku mulai kosong, kuisi lagi dari botol sampagne yang terletak di meja, di samping segelas lain yang juga terisi minuman yang sama.
I am expecting a guest.
Api mulai menjalar ke dalam ruangan, melahap dinding dan segala sesuatu. Aku masih menunggu dengan sabar. Kalau perkiraanku tepat, dia pasti akan datang sebentar lagi.
Api makin membesar, panasnya sudah tak tertahankan lagi. Aku tetap tak beranjak dari kursiku. Toh tidak ada pengaruhnya. Kalaupun ingin melarikan diri, sudah tidak sempat.
Kemudian dia datang. Dalam wujud manusia, dengan wajah sama seperti yang pernah kutemui bertahun-tahun silam.
"Hello. I've been waiting for you."
Bosan. Seperti itulah kira-kira ekspresi wajahnya.
"Drink?" Kucoba menawarinya minuman yang ada di atas meja. Dia tidak menanggapi.
"Why are you doing this again? I hate wasting my time to save impatient man like you."
"I'm not asking you to save me."
Perlahan aku mengambil pistol yang berada di atas meja, dan mengarahkannya ke kepala tamuku itu.
"I want to kill you."
Bersamaan dengan bunyi pistol yang meledak, sebutir peluru melesat menembus kepalanya.
--
Seolah ada benteng tak terlihat, kobaran api hanya berkumpul mengelilingi kami, tanpa bisa merangsek masuk. Peluru tadi menembus kepalanya, tanpa menimbulkan bekas apa-apa.
"What makes you think you can kill me?"
Kuturunkan lagi pistolku.
"We've met before, so I know a little about you."
"Really? Like what?"
"I know that you're tired, and you're bored. Having this job for a long long time."
Malaikat Maut. Dia menyeringai padaku.
"And what happen after you kill me?"
"I will take your job, and hopefully, do it better than you."
"This is a curse, you know that."
"Not always a curse. Besides, we can always hope there's a crazy person like me as a replacement."
Seringainya semakin lebar. Dia tertawa. Betapa mengerikannya tawa si pencabut nyawa. Kemudian setelah selesai, dia memandangiku.
"Do it."
Sekali lagi, kuarahkan pistolku ke kepalanya, dan kutarik pelatuknya.
Setelahnya, api dengan cepat melahap semuanya.
Pada pagi harinya, rumah ini akan ditemukan dalam keadaan hangus, dan sesosok mayat akan ditemukan di dapur. Mayat yang kelak akan dikenali identitasnya, yaitu aku.
Sementara aku melayang di atas reruntuhannya, menyaksikannya untuk terakhir kali, sebelum melesat pergi.
Ada banyak nyawa manusia yang mesti kuambil.
-end-
"MENANTANG MAUT. Saat teracung pistolku ke arah kepala malaikat pencabut nyawa" - rayfarahsoraya
2 comments:
ih baguuuus!!!
aseeek fiksi mini gue modal ngelantur dijadiin inspirasi flash fiction, terima kasih ya
Ngelantur tapi keren lho, hahah.
Macama kakak.
Post a Comment