"Dir, kayaknya asik banget makan somaynya. Mama boleh minta ya?"
"Gak boleeeeeeeh! Ini cuma buat Dira."
Audi tertawa mendengar protes Dira, putrinya yang baru masuk SD itu. Sewaktu tukang somay langganan mereka lewat depan rumah, dia membeli dua piring, masing-masing untuknya dan Dira. Audi sudah menghabiskan jatahnya, tapi ketika dilihatnya Dira masih sibuk menyantap makanannya, dia pun iseng menggoda.
"Eh, Dira jadi orang ga boleh pelit-pelit lho. Kalo pelit, nanti tumbuh kumis kayak Pak Raden."
"Pak Raden itu siapa?"
Oh, iya juga ya, anak yang lahir di tahun 2000an mana tau siapa itu Pak Raden.
"Hmm, Pak Raden itu salah satu tokoh di cerita Unyil. Itu lho, acara anak-anak waktu Mama kecil dulu. Nah, Pak Raden itu orangnya pelit banget, dan galak. Kumisnya lebat. Makanya, kalo kamu pelit, nanti bisa beneran mirip sama Pak Raden, ada kumis lebatnya."
"Ga percaya. Mana buktinya? Kayak gimana Pak Raden itu?" tantang Dira.
Wah, dimana ya, bisa nemu gambarnya Pak Raden, pikir Audi.
"Sebentar ya, Mama cariin gambarnya Pak Raden."
Bergegas Audi pergi ke gudang, ke tempat koran-koran bekas. Barangkali masih ada majalah-majalah bekas sewaktu dia kecil. Mungkin di pojokan bawah sana, atau...
Duh, Audi menepok jidatnya sendiri. Ngapain repot-repot sih. Browsing aja. Dia pun mengambil laptop dan modem di kamarnya, kemudian menyalakannya. Tak berapa lama, setelah melakukan pencarian di Google, bertebaranlah gambar-gambar Pak Raden dengan kumis lebatnya yang khas.
Audi kembali lagi menemui Dira dengan laptop di tangannya.
"Nih!" katanya sambil menunjukkan laptop yang berisi gambar Pak Raden ke Dira.
"Waaa, kumisnya kok serem sih Ma? Aku takut," rengeknya.
Audi tertawa lagi. Hahaha, polos sekali putriku ini.
"Aku ga mau punya kumis kayak Pak Raden itu. Aku kan cewek."
"Iya, makanya, jadi anak perempuan jangan pelit-pelit ya."
"Baik, Ma. Eh, tapi Pak Raden itu orang jahat ya?"
"Bukan. Pak Raden itu bukan orang jahat. Dia baik, cuma ya itu, pelit, dan galak, hehehe. Makanya anak-anak takut sama dia."
"Ooo, jadi kalo kita pelit, nanti bakal punya kumis kayak Pak Raden?"
"Iya, begitulah kira-kira," Audi mengiyakan untuk mengakhiri pertanyaan Dira.
"Yaudah deh, Mama boleh ikut makan somay punya Dira."
Hehehe, jadinya malah nambah makan somay. Tapi biarlah, pikir Audi. Dia senang bisa mengajarkan anaknya untuk tidak menjadi orang yang pelit.
Ketika suami Audi pulang malam harinya, Dira pun berteriak dengan riang.
"Nah, itu Papa, mukanya bersih, ga ada kumisnya. Berarti Papa bukan orang yang pelit kan? Bagi uang jajan dong, Pah!"
Papa hanya bisa melongo. Sementara Audi menepok jidatnya lagi. Duh, anak ini.
-END-
"Gak boleeeeeeeh! Ini cuma buat Dira."
Audi tertawa mendengar protes Dira, putrinya yang baru masuk SD itu. Sewaktu tukang somay langganan mereka lewat depan rumah, dia membeli dua piring, masing-masing untuknya dan Dira. Audi sudah menghabiskan jatahnya, tapi ketika dilihatnya Dira masih sibuk menyantap makanannya, dia pun iseng menggoda.
"Eh, Dira jadi orang ga boleh pelit-pelit lho. Kalo pelit, nanti tumbuh kumis kayak Pak Raden."
"Pak Raden itu siapa?"
Oh, iya juga ya, anak yang lahir di tahun 2000an mana tau siapa itu Pak Raden.
"Hmm, Pak Raden itu salah satu tokoh di cerita Unyil. Itu lho, acara anak-anak waktu Mama kecil dulu. Nah, Pak Raden itu orangnya pelit banget, dan galak. Kumisnya lebat. Makanya, kalo kamu pelit, nanti bisa beneran mirip sama Pak Raden, ada kumis lebatnya."
"Ga percaya. Mana buktinya? Kayak gimana Pak Raden itu?" tantang Dira.
Wah, dimana ya, bisa nemu gambarnya Pak Raden, pikir Audi.
"Sebentar ya, Mama cariin gambarnya Pak Raden."
Bergegas Audi pergi ke gudang, ke tempat koran-koran bekas. Barangkali masih ada majalah-majalah bekas sewaktu dia kecil. Mungkin di pojokan bawah sana, atau...
Duh, Audi menepok jidatnya sendiri. Ngapain repot-repot sih. Browsing aja. Dia pun mengambil laptop dan modem di kamarnya, kemudian menyalakannya. Tak berapa lama, setelah melakukan pencarian di Google, bertebaranlah gambar-gambar Pak Raden dengan kumis lebatnya yang khas.
Audi kembali lagi menemui Dira dengan laptop di tangannya.
"Nih!" katanya sambil menunjukkan laptop yang berisi gambar Pak Raden ke Dira.
"Waaa, kumisnya kok serem sih Ma? Aku takut," rengeknya.
Audi tertawa lagi. Hahaha, polos sekali putriku ini.
"Aku ga mau punya kumis kayak Pak Raden itu. Aku kan cewek."
"Iya, makanya, jadi anak perempuan jangan pelit-pelit ya."
"Baik, Ma. Eh, tapi Pak Raden itu orang jahat ya?"
"Bukan. Pak Raden itu bukan orang jahat. Dia baik, cuma ya itu, pelit, dan galak, hehehe. Makanya anak-anak takut sama dia."
"Ooo, jadi kalo kita pelit, nanti bakal punya kumis kayak Pak Raden?"
"Iya, begitulah kira-kira," Audi mengiyakan untuk mengakhiri pertanyaan Dira.
"Yaudah deh, Mama boleh ikut makan somay punya Dira."
Hehehe, jadinya malah nambah makan somay. Tapi biarlah, pikir Audi. Dia senang bisa mengajarkan anaknya untuk tidak menjadi orang yang pelit.
Ketika suami Audi pulang malam harinya, Dira pun berteriak dengan riang.
"Nah, itu Papa, mukanya bersih, ga ada kumisnya. Berarti Papa bukan orang yang pelit kan? Bagi uang jajan dong, Pah!"
Papa hanya bisa melongo. Sementara Audi menepok jidatnya lagi. Duh, anak ini.
-END-
*ditulis dalam rangka #ILUPakRaden, tribute untuk Pak Raden.
*Audi dan Dira, diambil dari nama sepupu gw Audira yg masih SMP.
2 comments:
baca pak raden,,,
jdi ingt permintaan pak raden yg akhir2 ini...
pak raden minta kompensasi ma pak pemerintah..
hmmmm...
iya, emang dalam rangka itu nulisnya.
Post a Comment