Senin minggu lalu, gw daftar jadi first reader-nya salah satu naskah2 yg ngantri di mbak Jia. Tugasnya adalah baca naskah itu sampe abis, trus ngasih review, dan pendapat apakah naskah itu layak diterbitin ato engga. Sebelumnya mbak Jia juga nanya ada contoh review buku yg pernah gw tulis di blog ato engga. Kebetulan akhir2 ini ngepost review tentang Madre. Untung banget :D
Jadilah minggu kemaren, selagi libur, gw sempetin baca naskah itu. Awalnya dikit2, trus nanggung hari Jumat dituntasin sampe abis. Dan terus terang, gw ga nyaman bacanya karena ga suka dengan tata bahasa yg digunakan, juga nama-nama asing yg aneh untuk karakternya. Lengkapnya inilah review gw.
Sinopsis:
Eric, seorang anak yatim piatu, berniat kabur dari paman dan bibinya yang memperlakukannya dengan kejam. Dia pergi ke sebuah tebing dengan harapan bisa melihat bayangan orangtuanya, tapi malah kemudian terjatuh dan mati.
Eric, yang mengalami hilang ingatan akibat kematiannya, kemudian dibawa ke pengadilan roh untuk diputuskan nasibnya. Eric akan kembali ke dunia sebagai hantu, dan diminta untuk memilih untuk menjadi golongan hantu apa. Eric memilih menjadi Geogle, yang disebutkan merupakan roh yang memiliki hati ksatria yang teguh.
Eric kemudian dikirim ke Snowvus, kastil yang merupakan kediaman para hantu, yang berada di bawah pimpinan Master Quarency, kakeknya. Disana, Eric langsung mendapat teman baru, yaitu hantu jenis Peri Ghaits bernama Hayden. Untuk memulihkan ingatan Eric, Master Quarency memintanya untuk pergi ke dunia nyata dan mencari Flory, kakak perempuan Eric.
Bersama Hayden dan teman-teman hantunya yang lain, Eric pun berpetualang di dunia nyata. Pencariannya membawanya pada kenyataan tentang dirinya yang merupakan salah satu keturunan Ghobadi, yang merupakan pewaris dari 3 pedang pusaka yang mampu mengalahkan Pembesar Kegelapan.
Eric dan teman-temannya pun terlibat dalam skema jahat Pembesar Kegelapan dan anak buahnya, Bisolgedhi dan Geffon, serta pertempuran antara pengikut kegelapan dengan para hantu di Snowvus, yang menghasilkan akhir yang tak diharapkannya.
Komentar Gw:
Cerita ini sebenarnya lumayan menarik, dan berpotensi untuk menjadi serial yang dilanjutkan dengan buku-buku berikutnya.
Kelemahannya adalah alurnya terlalu cepat, dan tiba-tiba terjadi perkembangan yang drastis dimana tokoh utamanya yang kelihatannya masih bermain-main dengan teman-temannya langsung dihadapkan pada situasi genting.
Kekurangan utama yang saya kurang suka adalah penggunaan bahasanya yang tidak konsisten dan enak didengar. Ada beberapa kata seperti 'melecutkan pandangan' yang bagi saya terdengar aneh. Kemudian penggunaan kata-kata slang seperti 'disini gelap, coi' yang merusak tatanan bahasa. Juga nama-nama untuk orang, benda, atau istilah-istilah lain yang terlalu banyak, dan ada beberapa yang terdengar ganjil. Misalnya pembesar kegelapan. Sebagai tokoh antagonis utama, nama pembesar kegelapan (ditulis dengan huruf kecil) terlalu biasa. Mestinya diberi nama yang mencerminkan kapasitasnya.
Kesimpulannya: naskah ini belum layak terbit. Sebaiknya dikembalikan lagi ke penulisnya untuk diperbaiki.
Dan gw kirimlah review ini lewat email. Sebenarnya rada ga enak juga sih, karena dengan review ini gw mematikan kans seseorang agar naskahnya diterbitin, tapi ya biar jadi pelajaran juga buat semua, termasuk gw, kalo mau cerita diterbitin, kita harus serius benerin dulu bahasanya biar enak dibaca sama orang.
Jadilah minggu kemaren, selagi libur, gw sempetin baca naskah itu. Awalnya dikit2, trus nanggung hari Jumat dituntasin sampe abis. Dan terus terang, gw ga nyaman bacanya karena ga suka dengan tata bahasa yg digunakan, juga nama-nama asing yg aneh untuk karakternya. Lengkapnya inilah review gw.
Sinopsis:
Eric, seorang anak yatim piatu, berniat kabur dari paman dan bibinya yang memperlakukannya dengan kejam. Dia pergi ke sebuah tebing dengan harapan bisa melihat bayangan orangtuanya, tapi malah kemudian terjatuh dan mati.
Eric, yang mengalami hilang ingatan akibat kematiannya, kemudian dibawa ke pengadilan roh untuk diputuskan nasibnya. Eric akan kembali ke dunia sebagai hantu, dan diminta untuk memilih untuk menjadi golongan hantu apa. Eric memilih menjadi Geogle, yang disebutkan merupakan roh yang memiliki hati ksatria yang teguh.
Eric kemudian dikirim ke Snowvus, kastil yang merupakan kediaman para hantu, yang berada di bawah pimpinan Master Quarency, kakeknya. Disana, Eric langsung mendapat teman baru, yaitu hantu jenis Peri Ghaits bernama Hayden. Untuk memulihkan ingatan Eric, Master Quarency memintanya untuk pergi ke dunia nyata dan mencari Flory, kakak perempuan Eric.
Bersama Hayden dan teman-teman hantunya yang lain, Eric pun berpetualang di dunia nyata. Pencariannya membawanya pada kenyataan tentang dirinya yang merupakan salah satu keturunan Ghobadi, yang merupakan pewaris dari 3 pedang pusaka yang mampu mengalahkan Pembesar Kegelapan.
Eric dan teman-temannya pun terlibat dalam skema jahat Pembesar Kegelapan dan anak buahnya, Bisolgedhi dan Geffon, serta pertempuran antara pengikut kegelapan dengan para hantu di Snowvus, yang menghasilkan akhir yang tak diharapkannya.
Komentar Gw:
Cerita ini sebenarnya lumayan menarik, dan berpotensi untuk menjadi serial yang dilanjutkan dengan buku-buku berikutnya.
Kelemahannya adalah alurnya terlalu cepat, dan tiba-tiba terjadi perkembangan yang drastis dimana tokoh utamanya yang kelihatannya masih bermain-main dengan teman-temannya langsung dihadapkan pada situasi genting.
Kekurangan utama yang saya kurang suka adalah penggunaan bahasanya yang tidak konsisten dan enak didengar. Ada beberapa kata seperti 'melecutkan pandangan' yang bagi saya terdengar aneh. Kemudian penggunaan kata-kata slang seperti 'disini gelap, coi' yang merusak tatanan bahasa. Juga nama-nama untuk orang, benda, atau istilah-istilah lain yang terlalu banyak, dan ada beberapa yang terdengar ganjil. Misalnya pembesar kegelapan. Sebagai tokoh antagonis utama, nama pembesar kegelapan (ditulis dengan huruf kecil) terlalu biasa. Mestinya diberi nama yang mencerminkan kapasitasnya.
Kesimpulannya: naskah ini belum layak terbit. Sebaiknya dikembalikan lagi ke penulisnya untuk diperbaiki.
Dan gw kirimlah review ini lewat email. Sebenarnya rada ga enak juga sih, karena dengan review ini gw mematikan kans seseorang agar naskahnya diterbitin, tapi ya biar jadi pelajaran juga buat semua, termasuk gw, kalo mau cerita diterbitin, kita harus serius benerin dulu bahasanya biar enak dibaca sama orang.
No comments:
Post a Comment