Featured Post

[Review] Game of Thrones (season 6)

Setelah setahun, GoT kembali di season 6. Sebenarnya gw juga ga begitu nunggu2 sih, karena lagi asik ngikutin serial yg lain (The Flash...

Monday, February 06, 2012

Review Film: The Bridge on the River Kwai (1957)

 
Director: David Lean
Cast:
William Holden
Alec Guinness
Jack Hawkins
Sessue Hayakawa

Plot:

Film ini memiliki dua karakter utama, yaitu Colonel Nicholson (Guinness) dan Commander Shears (Holden). Shears yang sudah lebih dulu menjadi tawanan Jepang di sekitar Thailand, suatu hari mendapati Nicholson, dan puluhan anak buahnya menjadi tawanan baru di sana, sebagai akibat dari perintah dari atasan mereka untuk menyerahkan diri ke Jepang. Tak berapa lama, para tawanan Inggris itu pun merasakan perlakuan berat Colonel Saito (Hayakawa), yang mewajibkan semua tawanan, termasuk para officer (yg memiliki pangkat), untuk ikut serta membangun jembatan di atas sungai Kwai, yang nantinya akan dilalui kereta.



Nicholson pada awalnya menentang hal ini, karena menurut Konvensi Geneva, para officer tidak boleh dijadikan sebagai budak untuk melakukan pekerjaan berat. Saito mengabaikannya, dan menghukum Nicholson dan officer lainnya di tempat isolasi. Tanpa pimpinannya, pengerjaan jembatan oleh para tahanan berjalan tak terkendali dan amburadul, sehingga memaksa Saito untuk membujuk Nicholson untuk menerima tawarannya. Karena mereka berdua sama-sama keras kepala, butuh waktu sekitar sebulan hingga akhirnya Saito menyerah dan menyetujui syarat Nicholson bahwa para officer tidak ikut melakukan kerja berat.

Nicholson yang mengambil alih pengerjaan jembatan itu, dibantu oleh para officernya yang mengerti tentang struktur bangunan, dengan cepat membuat beberapa perubahan, dan hasilnya pengerjaan jembatan berjalan dengan lancar. Akan tetapi, anak buahnya mempertanyakan sikap Nicholson yang terlalu bersemangat untuk menyelesaikan jembatan itu tepat waktu, karena hal itu hanya akan membantu pihak musuh. Nicholson beralasan, bahwa mereka perlu melakukan ini, untuk menjaga moral agar tetap tinggi, dan untuk membuktikan pada pihak musuh, bahwa mereka bisa menghasilkan sesuatu yang jauh lebih baik dari musuh.

Seiring pengerjaan jembatan yang berjalan baik, Nicholson pun semakin santai berada di sana, dengan Saito dan tentara2 Jepang lainnya pun melunak sikapnya. Jembatan pun selesai sebelum deadline, dan mereka sempat berpesta setelahnya.



Sementara itu, Shears, setelah berkali-kali menunda, akhirnya mencoba untuk kabur (kira2 bersamaan sewaktu Nicholson diisolasi). Meski tentara Jepang percaya kalau dia tenggelam, nyatanya Shears selamat, kemudian dengan bantuan penduduk lokal, berhasil tiba di markas tentara Inggris di Ceylon. Rencananya, Shears akan pulang ke Amerika.

Akan tetapi, rencananya gagal setelah Major Warden (Hawkins) memintanya untuk ikut serta dalam operasi commando untuk meledakkan jembatan di sungai Kwai. Selain karena Shears mengetahui medan, juga karena Warden dan atasannya di militer Amerika mengetahui kalau Shears memalsukan pangkatnya sebagai commander. Shears tak punya pilihan selain menyanggupi.

Jadilah Shears, Warden, dan satu orang lagi Joyce melaksanakan operasi ke sekitar sungai Kwai. Dalam sebuah konfrontasi dengan tentara Jepang, kaki Warden tertembak, dan menyulitkannya berjalan. Mereka pun tiba di lokasi, di jembatan yang sudah jadi, dan memasang posisi untuk meledakkan jembatan ketika kereta tiba keesokan harinya.



Sayangnya, rencana terancam karena air sungai surut, yang menyebabkan tali yang tersambung ke detonator bom terlihat. Nicholson yang sedang mengecek jembatan yang dibuatnya bersama tahanan Inggris yang lain, melihatnya. Dia mengajak Saito untuk memeriksa tali itu, hingga mereka mendekati tempat dimana Joyce bersembunyi.

Joyce bergerak dan menikam Saito. Nicholson berteriak meminta bantuan sambil berusaha mencegah Joyce meledakkan bom. Shears pun menyusul. Akhirnya Joyce dan Shears mati tertembak serangan tentara Jepang, sementara Nicholson mati akibat lemparan mortar Warden, dan jatuh menimpa detonator, meledakkan jembatan dan kereta pun anjlok.

Salah satu anak buah Nicholson yang menyaksikan insiden ini, hanya bisa menyesali dan berkata "Madness! Madness!"

Komentar:

Salah satu film perang yang luar biasa, yang menceritakan aspek lain tentang perang. Film ini kuat di penggambaran karakternya. Pertama, Colonel Saito, yang sangat keras dan membanggakan semangat Bushido-nya. Dia terus kukuh dengan sikapnya, tapi ketika disadarinya situasi tidak berjalan baik baginya, dia harus mengalah. Jika jembatan gagal dibangun tepat waktu, maka hukuman mati baginya. Karena itulah, dengan mencari alasan atas perayaan kemenangan Jepang atas Rusia, dia memberi Nicholson kelonggaran.

Nicholson sendiri yang paling konsisten dari awal hingga akhir. Dan yang mengagumkan sekaligus sulit dipercaya adalah, sikapnya yang bersemangat untuk menyelesaikan pembangunan jembatan itu sebaik mungkin. Meskipun pada aslinya jembatan itu untuk musuh, Nicholson tidak melakukannya demi mereka, melainkan untuk tentara Inggris itu sendiri. Mau tak mau gw harus salut dengan karakter ini, meskipun di situasi nyata, orang seperti dia tidak benar-benar ada.

Sementara Shears pada dasarnya adalah orang yang hanya ingin terbebas dari semua masalah ini, meskipun dengan begitu dia mesti kembali ke tempat tahanan di Thailand itu. Warden orang yang efektif dan taat pada peraturan dan misinya. Sewaktu kakinya terluka, dia berkeras agar Shears melanjutkan operasi tanpa dia.

Momen itu jadi salah satu yg berkesan. Shears, menolak perintah Warden, dan berargumen.
"I'm not gonna leave you here to die, Warden... because I don't care about your bridge, and I don't care about your rules. If we go on, we go on together."

Momen lainnya adalah di akhir film. Mendapati Joyce mati tertembak, Nicholson berkata "What have I done?' Sedangkan setelah jembatan hancur dan Nicholson mati, Warden beralan "I had to do it." Sedangkan reaksi anak buah Nicholson yang menyaksikan, "Madness." mengacu pada keras kepalanya masing-masing pihak yang menyebabkan tragedi itu.

IMO sih, sayang banget itu jembatan udah bagus2 pake diledakin segala, mending kalo mau nyerang sih, nyerang langsung ke tentara Jepangnya aja.
my Rating: 9.

No comments:

Post a Comment