“Ga, abis ini kita jalan-jalan lagi ya, liat-liat cinderamata.”
“Nath, tadi sesiangan kan kita udah muter-muter sampe bosen. Masa sekarang lagi? Lagian ini kan udah malem.”
“Tapi yang tadi kan baru sedikit, masih ada beberapa gift shop yang belom kita samperin. Ayolah Arga, mumpung kita di Malioboro. Jarang-jarang kan?”
“Ga besok lagi aja? Mending kita balik ke hotel. Aku udah capek banget hari ini.”
...
Telingaku masih menyimak obrolan pasangan di depanku, meskipun suara pengamen jalanan masih setia menghibur orang-orang yang sedang menyantap makan malamnya di warung lesehan ini.
Laki-laki itu akan menuruti permintaan si perempuan pada akhirnya. I know that.
Karena itulah, ketika akhirnya mereka beranjak pergi, aku tidak terburu-buru menyusul mereka. Aku tahu ke arah mana mereka akan pergi. Kuseruput kuah soto ayam ini hingga habis, juga teh hangatnya.
Dua menit setelah pasangan itu pergi, giliranku yang beranjak meninggalkan warung lesehan ini. Dengan memperhitungkan waktu yang terbuang untuk berdebat tentang apa yang akan mereka lakukan, aku tak ketinggalan terlalu jauh dari mereka. Kuikuti mereka sebentar, sebelum aku mempercepat jalanku untuk mengejar mereka.
“Hei!”
Kedua orang itu menoleh padaku, kaget karena tiba-tiba ada orang tak dikenal yang memanggil mereka.
“Sepertinya ada barang kalian yang ketinggalan di warung tadi. Pemiliknya mencari kalian.”
Setelah berpandangan sejenak, mereka pun mengucapkan terima kasih, dan berbalik ke warung lesehan tadi. Sedikit bingung, begitulah ekspresi wajah mereka. Biarlah.
Waktu yang dibutuhkan kedua orang itu untuk kembali ke warung tadi, untuk kemudian mendapati bahwa tidak ada barang mereka yang tertinggal di sana, dan kemudian kembali melanjutkan perjalanan mereka, melewati jalan ini lagi, dan kemudian tiba di titik itu, tempat yang juga akan kutuju sekarang, intinya, tiga menit.
Tiga menit sudah cukup buat mereka. Buatku juga. Sesampainya di persimpangan jalan besar yang saat ini cukup lengang, aku berhenti. Menunggu, di depan bangunan yang kelihatannya merupakan sebuah bank.
10:25. Menunggu. Dua orang itu akan tiba di sini dalam dua menit.
Dalam 30 detik, sebuah mobil akan melaju dengan kecepatan tinggi, kehilangan keseimbangan, dan menubruk mereka. Harusnya.
Oh, there it is. Mobil sedan hijau. Di ujung sana, mendekat kemari, berlari, melesat seperti peluru.
Tidak ada orang lain yang sedang berada di dekatku. I wonder. Apa yang akan terjadi jika aku tetap berdiri di sini dan membiarkan mobil itu menabrakku. Kemungkinan dia hanya akan menembus ragaku, seperti angin, kosong. Menarik, tapi rasanya tidak perlu aku menambah masalah di tempat ini dengan memberikan orang-orang pemandangan yang lebih ganjil.
Tiga detik. Mobil itu menderu kencang, oleng, dan berbelok ke arahku.
Huff... What a thought.
Dengan tenang, aku bergeser ke kiri.
DHUARR!!
Mobil itu menghantam salah satu pilar bangunan bank, hanya beberapa senti dari tempatku berdiri. Bagian depannya seketika rangsek, kepulan asap segera menyelubunginya.
Kelihatannya ada suara teriakan dari beberapa orang di seberang jalan sana. Seketika orang-orang pun bermunculan.
Tanpa melirik ke dalam mobil, aku berteriak ke orang-orang yang mendekat.
“Cepat panggil ambulans!”
Aku tidak peduli siapa di antara mereka yang akhirnya melakukan panggilan. Pengemudi itu sudah tidak akan bisa diselamatkan. He deserve it. Drunk. Mengemudi dalam keadaan mabuk dan membahayakan orang lain, menyebabkan kematian dua orang tak bersalah yang kebetulan sedang berjalan kaki di sekitar tempat ini.
I’ve seen it. Everything.
Selagi kerumunan orang yang mengerubungi lokasi kecelakaan ini makin ramai, perlahan aku meninggalkan mereka, tanpa seorang pun yang memperhatikan.
Dua orang tadi, pasangan yang sudah kuselamatkan nyawanya, baru saja muncul. Mereka tampak heran dengan kegemparan yang terjadi malam ini. Mereka akan bergegas untuk bergabung dengan kerumunan tadi untuk melihat apa yang sebenarnya tadi. Mungkin juga akan menyadari nasib berbeda yang bisa saja mereka alami, dengan delay sekian menit tadi.
Aku memandangi mereka sekilas, kemudian berlalu. Meninggalkan tempat ini. Meninggalkan keramaian yang tiba-tiba muncul di malam ini.
-end-
“Nath, tadi sesiangan kan kita udah muter-muter sampe bosen. Masa sekarang lagi? Lagian ini kan udah malem.”
“Tapi yang tadi kan baru sedikit, masih ada beberapa gift shop yang belom kita samperin. Ayolah Arga, mumpung kita di Malioboro. Jarang-jarang kan?”
“Ga besok lagi aja? Mending kita balik ke hotel. Aku udah capek banget hari ini.”
...
Telingaku masih menyimak obrolan pasangan di depanku, meskipun suara pengamen jalanan masih setia menghibur orang-orang yang sedang menyantap makan malamnya di warung lesehan ini.
Laki-laki itu akan menuruti permintaan si perempuan pada akhirnya. I know that.
Karena itulah, ketika akhirnya mereka beranjak pergi, aku tidak terburu-buru menyusul mereka. Aku tahu ke arah mana mereka akan pergi. Kuseruput kuah soto ayam ini hingga habis, juga teh hangatnya.
Dua menit setelah pasangan itu pergi, giliranku yang beranjak meninggalkan warung lesehan ini. Dengan memperhitungkan waktu yang terbuang untuk berdebat tentang apa yang akan mereka lakukan, aku tak ketinggalan terlalu jauh dari mereka. Kuikuti mereka sebentar, sebelum aku mempercepat jalanku untuk mengejar mereka.
“Hei!”
Kedua orang itu menoleh padaku, kaget karena tiba-tiba ada orang tak dikenal yang memanggil mereka.
“Sepertinya ada barang kalian yang ketinggalan di warung tadi. Pemiliknya mencari kalian.”
Setelah berpandangan sejenak, mereka pun mengucapkan terima kasih, dan berbalik ke warung lesehan tadi. Sedikit bingung, begitulah ekspresi wajah mereka. Biarlah.
Waktu yang dibutuhkan kedua orang itu untuk kembali ke warung tadi, untuk kemudian mendapati bahwa tidak ada barang mereka yang tertinggal di sana, dan kemudian kembali melanjutkan perjalanan mereka, melewati jalan ini lagi, dan kemudian tiba di titik itu, tempat yang juga akan kutuju sekarang, intinya, tiga menit.
Tiga menit sudah cukup buat mereka. Buatku juga. Sesampainya di persimpangan jalan besar yang saat ini cukup lengang, aku berhenti. Menunggu, di depan bangunan yang kelihatannya merupakan sebuah bank.
10:25. Menunggu. Dua orang itu akan tiba di sini dalam dua menit.
Dalam 30 detik, sebuah mobil akan melaju dengan kecepatan tinggi, kehilangan keseimbangan, dan menubruk mereka. Harusnya.
Oh, there it is. Mobil sedan hijau. Di ujung sana, mendekat kemari, berlari, melesat seperti peluru.
Tidak ada orang lain yang sedang berada di dekatku. I wonder. Apa yang akan terjadi jika aku tetap berdiri di sini dan membiarkan mobil itu menabrakku. Kemungkinan dia hanya akan menembus ragaku, seperti angin, kosong. Menarik, tapi rasanya tidak perlu aku menambah masalah di tempat ini dengan memberikan orang-orang pemandangan yang lebih ganjil.
Tiga detik. Mobil itu menderu kencang, oleng, dan berbelok ke arahku.
Huff... What a thought.
Dengan tenang, aku bergeser ke kiri.
DHUARR!!
Mobil itu menghantam salah satu pilar bangunan bank, hanya beberapa senti dari tempatku berdiri. Bagian depannya seketika rangsek, kepulan asap segera menyelubunginya.
Kelihatannya ada suara teriakan dari beberapa orang di seberang jalan sana. Seketika orang-orang pun bermunculan.
Tanpa melirik ke dalam mobil, aku berteriak ke orang-orang yang mendekat.
“Cepat panggil ambulans!”
Aku tidak peduli siapa di antara mereka yang akhirnya melakukan panggilan. Pengemudi itu sudah tidak akan bisa diselamatkan. He deserve it. Drunk. Mengemudi dalam keadaan mabuk dan membahayakan orang lain, menyebabkan kematian dua orang tak bersalah yang kebetulan sedang berjalan kaki di sekitar tempat ini.
I’ve seen it. Everything.
Selagi kerumunan orang yang mengerubungi lokasi kecelakaan ini makin ramai, perlahan aku meninggalkan mereka, tanpa seorang pun yang memperhatikan.
Dua orang tadi, pasangan yang sudah kuselamatkan nyawanya, baru saja muncul. Mereka tampak heran dengan kegemparan yang terjadi malam ini. Mereka akan bergegas untuk bergabung dengan kerumunan tadi untuk melihat apa yang sebenarnya tadi. Mungkin juga akan menyadari nasib berbeda yang bisa saja mereka alami, dengan delay sekian menit tadi.
Aku memandangi mereka sekilas, kemudian berlalu. Meninggalkan tempat ini. Meninggalkan keramaian yang tiba-tiba muncul di malam ini.
-end-
4 comments:
Ini ceritanya punya indera keenam gitu ya?
Indra ke-9 :))
hyaaaa
typically minky monster's style in writing
duuuudududududu
yg begini pasti ray doyan nih, hahaha
Post a Comment